If the culture is interesting, they are interested in the language.Helena Anggraeni - Indonesian language teacher, Dromana Secondary College
Culture: How learning Indonesian language can be made 'as close as possible' to Australian students

How to make learning Indonesian language be as "close as possible" to Australian students Credit: Pixabay
One of Victoria's Indonesian language teachers, Helena Anggraeni, shares how Indonesian language teaching is conducted in her classroom and how it impacts the students.
SBS Indonesian, pendengar, telah bergabung kali ini bersama dengan teman baru saya
dari Melbourne, Ibu Helena Anggraeni. Apa kabar?
Baik, Bu. Apa kabar?
Baik, terima kasih sudah boleh diganggu. Ini saya teleponnya saat akhir pekan
pendengar karena Ibu Helena ini sibuk sekali during the week saat Senin sampai
Jumat begitu ya karena Ibu guru yang berdedikasi sekali. Ibu boleh perkenalkan
dulu profesinya dan juga mengajar di mana Ibu?
Oh iya, jadi saya mengajar di SMU Dromana College di
Victoria.
-Saya mengajar kelas 8, 9, 10, 11 dan 12. -Untuk
-pelajaran? -Bahasa Indonesia.
Right. Ibu, ini kalau belajar dari delapan sampai dua belas, saya bertanya dulu,
kalau di Victoria itu apakah kelas tujuh itu mereka harus pilih salah satu bahasa
-asing atau bagaimana? -Ya, jadi kalau di Victoria wajib untuk
belajar bahasa. Di sekolah saya kebetulan ada dua pilihan bahasa, bahasa Indonesia
dan bahasa Jepang. Jadi waktu mereka kelas tujuh, mereka harus milih mau belajar
bahasa Indonesia atau belajar bahasa Jepang. Lalu harus belajar bahasa itu
sampai kelas delapan.
Lalu kelas sembilan dan seterusnya itu kan penjurusan. Jadi mereka boleh milih mau
-belajar bahasa Indonesia atau tidak. -Oke, kita bicara mungkin jumlah minat ini
berbeda-beda setiap tahun ya. Tapi kalau rata-rata saja sepanjang
Ibu Helena mengajar di Dromana College, which is sudah berapa tahun Ibu, kurang
lebih?
Dua setengah tahun. Saya cukup baru di Dromana College.
Ya, ini saya
tahu Ibu berarti dari selama dua setengah tahun ini jumlahnya rata-rata berapa Ibu?
-Berapa anak? -Jumlah peminat belajar bahasa memang
selalu menurun ya karena murid-murid pada waktu mereka kelas sembilan itu sudah
mulai berpikir, aku akan menjadi apa suatu hari nanti, cita-citanya akan menjadi
apa. Jadi, mereka sudah memikir apakah bahasa itu bisa membantu karir mereka.
Jadi, untuk gambaran saja di Dromana College, itu ada tujuh kelas bahasa
Indonesia. Tujuh kali dua puluh lima murid ya kurang lebih.
Lalu itu kelas sembilannya, tahun depan
kami ada tiga kelas bahasa Indonesia. Kasarannya misalnya tiga dikali dua puluh
gitu. Jadi, memang
jumlahnya menurun ya dari tujuh kelas sampai menurun jadi tiga kelas. Dan kelas
sepuluhnya, kebetulan tahun depan saya punya empat belas murid.
Jadi cukup drastis ya penurunan dari tiga kelas menjadi hanya empat belas murid.
Tetapi itu cukup normal Bu kalau di Victoria ya setahu saya cuma Victoria.
Cukup normal menurunnya jumlah murid seperti itu. Lalu kelas sebelas tahun
depan ada lima murid dan kelas dua belas saya ada lima murid juga.
Hingga lulus begitu bisa dibilang lulus adalah lima murid berbahasa Indonesia
-begitu bu ya? -Betul.
Kalau dibilang lima, ini untuk Dromana College begitu. Apakah setahu Ibu berarti
di sekolah-sekolah lain yang mungkin menawarkan pelajaran bahasa Indonesia juga
ini hitungannya udah bagus atau ini rata-rata sama atau
kurang sih gitu kalau Ibu melihat?
Kalau kita mau lihat presentase memang kecil ya, tetapi cukup lumrah
di sekolah-sekolah lain juga kurang lebih di bawah sepuluh. Kalau ada yang di atas
sepuluh, kita langsung tepuk tangan. Luar biasa gitu. Seperti saya bilang tadi
mungkin karena kemungkinan pekerjaan, lapangan pekerjaan suatu hari nanti,
minatnya juga mungkin berkurang. Dan memang susah ya, belajar bahasa itu memang
susah, nggak untuk semua orang. Waktu saya SMA dulu juga saya tidak memilih
kuliah IPA karena saya tidak tertarik dalam bidang itu. Jadi, minat murid ya
terlihat sekali pada waktu kelas sepuluh, sebelas pada
-waktu mereka pemilihan pelajaran. -Mungkin juga pendengar, wah ini Dromana
College saya pernah dengar namanya begitu kan beberapa kali muridnya ini
ada satu yang pernah saya interview, Wes Fraser, kemudian juga salah satu juga yang
berbincang dengan SBS Indonesian pada saat itu di acara musik, kemudian sangat
pandai begitu berbahasa Indonesia. Ibu, sebenarnya anak-anak ini dari awalnya
memang sudah punya bibit kepandaian bicara bahasa Indonesia atau gimana sih, Bu?
Lucu bu sebenarnya salah satu murid saya kemarin itu--yang lancar ya yang kemarin
diwawancara di SBS--itu
mengirim saya video dia waktu dia kelas tujuh.
Ya ampun bahasanya berantakan sekali dan dia berkata, "Wah, tidak mungkin saya akan
meneruskan bahasa Indonesia." Tetapi ya seiring waktu, semakin belajar, semakin
jatuh cinta kepada kebudayaannya. Itu awalnya memang budaya sih harusnya. Kalau
budayanya menarik, mereka tertarik akan bahasanya. Jadi sekarang dia mau jadi
vlogger. Dia sekarang di Sulawesi, Bu. Di Sulawesi, mau ke Toraja. Mau
nge-vlog, mau melihat-lihat Indonesia. Tapi karena kepandaian bahasa Indonesianya
lancar sekali, dia pede, percaya diri untuk pergi ke daerah yang cukup terpencil
ya, yang gak banyak bulenya. Karena kebanyakan
murid yang sudah lulus lah atau murid-murid yang belajar bahasa Indonesia
tuh ya ke Bali kan ya dengan keluarganya. Tetapi ini tiga murid saya sekarang ada di
Sulawesi percaya diri. Mereka percaya bahwa mereka akan aman, mereka bisa
berpetualang melihat keindahan budaya Indonesia, alam Indonesia, dan mereka bisa
komunikasi dengan orang lokal.
Ada triknya tidak sih, Bu? Mengajar anak-anak, remaja, ini kan sulit ya.
Maksudnya, adakah triknya tersendiri untuk membuat belajar bahasa Indonesia ini
mungkin lebih mudah, lebih menyenangkan, itu tergantung gurunya atau gimana sih,
-Bu? -Oh, banyak Bu, banyak faktornya. Kalau
misalnya mau lihat dari teknis ya misalnya, worksheets-nya yang kita berikan
ke mereka. Jangan terlalu
banyak pertanyaan dalam satu halaman misalnya. Hal-hal kecil seperti itu. Jadi
cuman delapan pertanyaan. Kalau bisa hebat kamu, luar biasa. Mereka senang, mereka
jadi merasa, oh aku bisa ini gitu. Kalau dikasih worksheet pertanyaannya lima
belas, nggak bisa setengahnya, terus mereka putus semangat. Hal-hal seperti
itu. Juga saya memutar banyak film, video-video untuk membuat mereka tertarik,
mereka menonton film Ada Apa Dengan Cinta, itu film paling bagus bahasanya ya.
Memang film lama sih tapi bahasanya bagus. Lalu banyak sekarang reel-reel di
Instagram yang
cukup menarik yang mereka bisa tonton
di sela-sela pelajaran. Dan memang harus
kreatif ya sebagai guru. Harus diajak berbicara dalam bahasa Indonesia. Dibuat
sedekat mungkin dengan kehidupan mereka sehari-hari
agar mereka bisa, apa, bisa mencari hubungan yang realistis gitu
dengan bahasanya. Seperti kita dulu belajar bahasa Inggris ya Bu, ya. Kita kan
selalu dikelilingi oleh bahasanya. Selalu dikelilingi oleh musik dalam bahasa
Inggris. Film-film dalam bahasa Inggris. Jadi kita mudah untuk kita belajar bahasa
Inggris. Sedangkan murid-murid ini tidak. Jadi, kita harus, saya biasanya
mengelilingi mereka dengan bahasa, lewat budaya dan lewat lagu-lagu, film, begitu.
Apakah itu memang terstruktur misalnya ada di kurikulumnya begitu ya, panduannya
jelas, atau guru itu lebih baik improvisasi begitu Ibu?
Kalau saya sendiri, kadang kalau ada reel yang bagus saya putar saja di kelas. Tapi
satu reel dalam satu pelajaran jadi tidak terlalu banyak. Kalau lagu itu saya
masukkan ke dalam latihan mendengarkan. Waktu Ibu wawancara dengan Wes Fraser, dia
kan berkata salah satu hal yang paling sulit itu adalah pada waktu latihan
mendengarkan.
Nah, saya kasih lagu, saya beri lagu, terus liriknya saya hapus, beberapa lirik
saya hapus, lalu mereka harus mendengar, lalu harus mengisi liriknya apa. Ya itu
salah satu cara untuk memasukkan materi ini ke dalam kurikulum.
Juga kalau menonton film,
ada pertanyaan setelah itu. Karakter dalam film Ada Apa Dengan Cinta seperti apa?
Siapa yang menurutmu yang paling dominan misalnya? Lalu
tolong
buatlah ending yang baru gitu misalnya dari film ini. Seperti itu bu, jadi banyak
-yang kreatif. -Tadi juga menarik Bu Helena bilang membuat
bahasa ini dekat dengan si siswa begitu ya di lingkungannya. Sedangkan kalau kita
bicara bahasa Indonesia itu kan yang dekat dengan kita
sebenarnya nggak terlalu bahasa baku ya Ibu karena banyak juga kita pakai bahasa
-nggak baku. Itu bagaimana Ibu? -Susah ya. Jadi itulah makanya saya harus
mencari materi yang bahasanya bagus. Ada A pa Dengan Cinta itu filmnya bahasanya
bagus sekali kecuali gue dan lo nya di tengah-tengah itu. Dan saya ceritakan
kalau gue lo itu ya tolong dianggap kamu dan saya atau kamu dan aku. Susah
mencari materi yang bahasanya baku. Dan mereka berlibur ke Bali dengan keluarga,
orang-orang di sana berbahasanya bahasa slang gitu ya. Betul. Dan murid-murid saya
waktu menjawab dalam bahasa baku ditertawakan.
-Betul. -Lalu mereka tanya, "Miss, kenapa mereka
menertawakan kami?". Saya berkata, "Oh, karena bahasa kalian lebih bagus dari
bahasa mereka. Jangan khawatir mereka mungkin juga terheran kok bisa bahasa
Indonesia," gitu. Dan ya hal-hal itulah yang harus saya tekankan ke mereka.
Ibu ada
tipsnya tidak sih untuk membuat bahasa Indonesia itu menarik begitu atau semakin
menarik untuk anak muda sehingga
kemungkinan akhirnya lima mungkin di tahun-tahun mendatang di kelas dua belas
itu akan bisa sepuluh, akan bisa lima belas anak gitu Ibu.
Susah ya Bu ya,
seberapa gencarnya kita sebagai guru untuk mempromosikan bahasa ini, tetap kalau
mereka tidak akan menggunakannya di masa depan,
susah untuk mendorong mereka. Tapi menurut saya sih kalau di universitas, tingkat
universitas itu lebih banyak universitas yang menawarkan bahasa mungkin akan lebih
menarik tuh, soalnya kebanyakan yang memilih bahasa Indonesia di kelas sebelas
itu memang mau meneruskan sampai universitas. Jadi sebelas, dua belas kan
VCE kasarannya itu benar benar penjurusan serius gitu. Kalau mereka akan meneruskan
ke universitas, mereka harus memikirkan universitas mana yang ada kursus bahasa
Indonesianya. Jadi misalnya kembali lagi seperti si Wes Fraser, dia ingin menjadi
seorang dokter. Di universitas pilihannya ada jurusan bahasa Indonesia. Itu
beruntung sekali. Coba kalau ada
salah satu murid saya yang lain itu ingin menjadi insinyur, tetapi di universitasnya
tidak ada pilihan bahasa Indonesia. Jadi ya semuanya memang banyak faktornya Bu,
ya. Dan seperti Ibu tanyakan sebelumnya, tips-tipsnya apa, ya kembali ke guru,
kembali ke kurikulum, kalau bisa mengikutsertakan semua
film-film, hal-hal yang menarik bagi mereka, yang, yang
lebih relevan ke kehidupan mereka sehari-hari. Itu sih saran saya. Lebih
memperbanyak hal-hal seperti itu daripada hanya duduk di kelas, menterjemahkan
kata-kata. Dan mungkin program PenPal Bu kalau ada kesempatan bisa berhubungan
dengan sekolah-sekolah di Indonesia. Apa, video chat dengan murid-murid di
Indonesia.



