21 tahun telah berlalu sejak terjadinya tragedi Trisakti yang menjadi penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru. Namun hingga kini pihak yang sejatinya bertanggung jawab atas insiden ini belum juga dibawa ke meja hukum.
Desakan untuk penyelesaian kasus ini muncul dari berbagai pihak selama dua dekade terakhir, termasuk dari Amnesty International Indonesia.
"Pertama, Amnesty mendesak kembali pertanggungjawaban negara untuk menyelesaikan tragedi penembakan mahasiswa di Universitas Trisakti, Universitas Atma Jaya, dan di kampus-kampus lain di Indonesia yang terjadi pada masa-masa awal Reformasi," uajr Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid seperti dikutip Kompas.com.
Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa - Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Si - tewas dalam penembakan terhadap peserta demonstrasi yang menentang pemerintahan Soeharto, di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.
Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada 681 korban luka dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

A woman waves an Indonesian flag as 4 lanes of a major road in Jakarta is blocked by Trisakti University students in Jakarta, Tuesday, May 12, 1998. Source: AAP Image/AP Photo/Muchtar Zakaria
Korban penculikan berikan dukungan politik dengan harapan penyelesaian kasus Mei
Salah satu nama aktivis yang juga dikenal dari peristiwa 1998 ini adalah Desmond Junaidi Mahesa. Ia menjadi salah satu korban penculikan yang dilakukan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi di masa itu.
"Saya diculik pada saat mau rapat dengan Forum Kebangsaan Pemuda. Itu kumpulan organisasi mahasiswa. non HMI. rapatnya di GMKI. Saya dari Cililitan, naik angkot, jalan kaki, didorong jatuh dikasih kain item dimasukin mobil. Habis itu saya tidak tahu sama sekali tempatnya di mana," ungkap Desmond dalam sebuah wawancara dengan SBS News.
"Dimasukin mobil Taruna. Saya di tengah. Di kiri kanan ada orang, di depan ada orang 2. Jadi saya di tengah dan nggak bisa apa-apa."
Desmond mengaku tidak ingat berapa lama ia berada di mobil itu, tetapi ingat bahwa momen berikutnya ia disekap di dalam kamar. Ada beberapa orang lain juga yang ditahan di tempat itu.
"Ini adalah urusan operasi.. yang diperintahkan oleh Panglima TNI," ujar Desmond.
"Kenapa? Indikasinya polisi dan semua orang diculik berbeda-beda. Oleh instansi yang berbeda."
Sepuluh tahun duduk di parlemen, saat ini Desmond Junaidi Mahesa menjadi pimpinan Komisi 3 di DPR RI yang membidangi persoalan hukum dan keamanan nasional.

Desmond Junaidi Mahesa was assaulted and abducted on his way to a political meeting in Jakarta in 1998. Source: SBS News
Pada Pemilu bulan Mei lalu, Desmond secara terbuka memberikan dukungannya kepada calon presiden nomor 2 Prabowo Subianto, yang saat peristiwa Trisakti 1998 menjabat sebagai Komandan dari Pasukan Khusus TNI AD, Kopassus.
Beberapa korban penculikan serta anggota keluarga dari mereka yang tidak pernah kembali, menganggap Prabowo bertanggung jawab. Namun Desmond memiliki pandangannya sendiri.
"Pertama saya ingin kasus yang berkaitan dengan saya ini jadi clear juga," ujarnya. "Yang kedua, masak seorang Prabowo seandainya jadi presiden tidak mengclearkan peristiwa yang cenderung fitnah bagi dia."
Desmond mengatakan dirinya tidak menyalahkan Prabowo karena itu berarti berpikiran sempit dan terjebak dalam permainan politik pihak-pihak yang mengorbankannya.
"Kalau kebenaran ini benar, berarti Prabowo bersalah, saya akan mengatakan dia bersalah, ujarnya. "Tapi dalam konteks militer, sebenarnya dia bukan pihak yang pertama kali harus bertanggung jawab.
"Kalau ini komando, kan harus tanggung renteng."
Desmond mengatakan dirinya berharap bahwa jika Prabowo terpilih sebagai presiden maka ia akan melakukan proses untuk mengklarifikasi kasus yang juga menyeret namanya tersebut.

Protesting students restrain themselves from rushing toward police on a Jakarta street in front of Trisakti University Tuesday, May 12, 1998. Source: AAP Image/AP Photo/Tatan Syuflana
"Saya tidak bela Prabowo lho," ujarnya. "Bagi saya ada yang harus klarifikasi untuk kepentingan keluarga korban dan kepentingan bangsa ini agar ini tidak terulang lagi oleh rezim-rezim yang akan berkuasa ke depan."
Desmond mengatakan dirinya melihat rezim pemerintahan pasca 1998 belum memproses kasus Trisakti ini secara adil.
"Karena persoalan pelanggaran HAM berat itu adalah tanggung jawab pemerintah untuk memberikan rasa aman kepada masyarakatnya," ungkapnya. "Dan ini kan harus diproses.. dalam proses keadilan. Ini yang tidak dilakukan oleh rezim kekuasaan, baik Habibie.. Gus Dur.. Megawati, SBY, termasuk Jokowi.
"Bagi saya, saya berharap proses ini selesai. Saya berharap setiap rezim baru mengkelarkan setiap kejahatan HAM."