Pada hari Jumat lalu, Jokowi menyampaikan bahwa pria berusia 80 tahun yang diyakini berada di balik pemboman Bali tahun 2002 itu, akan dibebaskan dengan alasan kemanusiaan. Namun, pada hari Selasa Presiden menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pembebasan bersyarat itu bisa dilakukan.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya, pertimbangan kemanusiaan adalah bahwa ustadz Ba'asyir sudah sangat tua dan memiliki banyak masalah kesehatan," kata Jokowi.
“Tetapi kami memiliki sistem hukum dan kami harus melalui mekanisme hukum untuk memberikan pembebasan bersyarat. Syarat itu harus dipenuhi. Saya tidak bisa berbenturan dengan itu. Misalnya, kesetiaan terhadap NKRI [Negara Kesatuan Republik Indonesia], kesetiaan kepada Pancasila: Itu adalah prinsip dasar.”
Dr Robertus Robert, Kepala Bidang Sosiologi Universitas Negeri Jakarta mengatakan bahwa langkah Jokowi untuk memberikan pengampunan pada ulama terpidana kasus terorisme ini merupakan langkah yang pragmatis tapi beresiko.
"Kebijakan itu tidak diambil berdasarkan suatu pertimbangan hukum yang benar. Menurut PP no. 99 tahun 2012, pembebasan terdakwa kasus pidana tertentu, dalam hal ini tindak terorisme harus melewati satu prosedur yaitu ikrar kesetian kepada negara, Pancasila, yang itu tidak bisa dipenuhi oleh Abu Bakar Ba'asyir," ujarnya dalam wawancara dengan SBS Indonesian.
Ia menambahkan bahwa kebijakan itu bisa jadi memunculkan masalah baru yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh Jokowi, yakni kembali terangsang dan bermunculannya organisasi-organisasi kekerasan atau terorisme, tanpa bisa dikontrol penanganan hukumnya kemudian.
Sebelumnya Ba'asyir dilaporkan tidak mau menandatangani janji kesetiaan terhadap Pancasila, salah satu persyaratan untuk menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani dua-per-tiga dari hukuman penjara. Tetapi Jakarta Globe melaporkan bahwa Jokowi memutuskan bahwa langkah yang terbaik adalah dengan melonggarkan persyaratan untuk pembebasan Ba'asyir dan mengijinkan terpidana teroris ini menghindari bagian yang berhubungan dengan Pancasila, setelah ia mendiskusikan masalah ini dengan penasihat hukumnya yang baru ditunjuk, Yusril Ihza Mahendra.

Radical cleric Abu Bakar Bashir, founded the group behind the Bali bombings. Source: AAP
"Saya bertanya-tanya: bagaimana jika kita melonggarkan persyaratannya? Abu [Ba'asyir] mengatakan bahwa jika dia harus mematuhi Pancasila, Pancasila sejalan dengan Islam, jadi mengapa tidak hanya dengan mengikuti Islam? Ketika ia menganut Islam, Jokowi kemudian memberikan persetujuannya," ungkap Yusril, yang merupakan ketua Partai Bulan Bintang (PBB), sebuah partai politik berbasis Islam yang berusaha mengimplementasikan syariah di Indonesia.
Dr Robert mengatakan bahwa banyaknya kritik yang ditujukan pada Jokowi memungkinkan langkah ini akan dibatalkan. "Dengan begitu derasnya kritik akan keputusan itu, saya kira yang akan terjadi adalah keputusan itu akan dibatalkan lagi. Tetapi kerusakannya sudah terlanjur terjadi."
Terkait dengan Pemilu 2019, Dr Robert mengatakan bahwa apapun keputusan yang akhirnya diambil tidak akan mengubah pilihan para calon pemilih yang sudah menentukan, kecuali bagi mereka yang belum memutuskan.