Ternyata, sudah banyak peneliti yang telah mencari cara untuk bisa mengendalikan hujan, atau membuat hujan buatan terutama untuk membantu kawasan yang sering dilanda kekeringan atau saat hutan kebakaran.
Dalam sejarah, ada beragam percobaan untuk memanipulasi hujan. Salah satunya adalah penyemaian awan.
Penyemaian Awan
Penyemaian awan dilakukan dengan cara menyemprotkan partikel mikroskopis berupa aluminium oksida dan perak iodida yang memengaruhi proses kondensasi yang berperan sebagai inti es buatan.
Nantinya, senyawa terebut akan memberikan kemampuan untuk pembentukan kristal es.
Metode ini ditemukan oleh Dr. Bernard Vonnegut pada 1971.
Ia menggunakan perak iodida karena memiliki struktur kristal serupa es.
Cara penyemaian awan telah digunakan di seluruh dunia, mencakup Amerika Serikat, Arab Emirat, China, India, dan Rusia.
Kelemahannya, cara ini membutuhkan awan dengan jenis tertentu dan udara di sekitarnya mengandung persentase uap air tertentu.
Mengapa Australia tidak menggunakan metode penyemaian awan?

Jawabannya sangat sederhana. Untuk keberhasilan penyemaian awan mendatangkan hujan diperlukan kelembapan untuk memulai.
Australia saat ini kekurangan keduanya, dan bahkan jika lebih banyak awan mulai muncul di langit Australia, kemungkinan besar mereka bukanlah tipe awan yang tepat.
Steven Siems, pakar awan dari Sekolah Atmosfer dan Lingkungan Bumi di Universitas Monash, mengatakan bahwa penyemaian hanya efektif jika digunakan pada awan yang mengandung tetesan air yang sangat dingin (antara -5 dan -10 derajat celsius) yang gagal dikonversi menjadi es tetapi terlalu kecil untuk jatuh sebagai curah hujan.
Jenis Awan: ortografis
Di Australia, biasanya terdapat banyak awan ortografis yang dibentuk oleh medan pegunungan yang memaksa udara naik.
Jadi, metode in juga memerlukan gunung untuk mendatangkan hujan.
Dan gunung-gunung itu harus terletak dalam atmosafer yang murni, oleh sebaba itu penyemaian awan juga bukan pilihan untuk memadamkan kebakaran hutan.
Penyemaian Awan di Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG mengatakan Banjir besar yang melanda Jakarta pada awal 2020 adalah "salah satu peristiwa hujan paling ekstrem" sejak pencatatan dimulai pada 1866, yaitu
Badan tersebut mengatakan perubahan iklim telah meningkatkan risiko cuaca ekstrem dan memperingatkan bahwa curah hujan yang tinggi dapat bertahan hingga pertengahan Februari, dengan 11-15 Januari merupakan puncak yang diharapkan.
Setelah terjadi banjir besar yang melanda Jakarta, pemerintah Indonesia kni mencoba untuk mengontrol curah hujan dengan menggunakan metode penyemian awan dalam upaya untuk memecahkan awan sebelum mencapai Jakarta.
Cara ini tidak selalu 100 persen berhasil, tapi dikenal punya probabilitas keberhasilan yang tinggi.
Walau bagaimanapun juga, cara kerja alam tetap di luar kuasa kita, manusia. Setidaknya kita tahu bahwa di dunia ini telah ditemukan beberapa teknik yang sedikit banyaknya bisa memanipulasi kondisi lingkungan/cuaca.