“Saya sakit, saya mau dokter. Saya mau dokter. Saya mau, saya mau, saya mau dokter. "
Permohonan dalam bahasa Inggris yang kurang lancar itu berasal dari seorang pria bernama Amin. Dia terbaring di lantai beton, mengeluh sakit. Perban sekarang memisahkan belenggu baja dari daging pergelangan kakinya.
Amin telah tinggal di sebuah tempat yang dikenal sebagai "Rumah Marsiyo" selama lima bulan.
Dari luar rumah itu menyerupai banyak struktur lain di kota Kebumen di pelosok Jawa Tengah. Tempat penampungan pemasungan itu dari luar terlihat biasa-biasa saja, tetapi mereka menutupi narasi 40 tahun yang menyeramkan.
Di dalam, sekitar 30 pria dengan kondisi kesehatan mental yang tidak terdiagnosis dirantai ke lantai.
Sebagian besar kurus kering dan tidak ada yang menerima perawatan atau pengobatan sementasra mereka terbelenggu dengan rantai berkarat sepanjang satu meter atau lebih. Mereka makan, minum, tidur, dan buang air besar di sana selama berbulan-bulan.
Dikenal sebagai 'pasung', praktik membelenggu pasien yang mengindap gangguan jiwa tetap dilakukan di Indonesia meskipun telah dilarang sejak tahun 1970-an. Beberapa catatan disimpan tetapi diperkirakan puluhan ribu pasien - mungkin hingga 60.000 orang - sedang ditahan di seluruh negera itu, serta di negara-negara berkembang di seluruh dunia.
Setengah jam perjalanan dari Rumah Marsiyo, di Kebumen, terdapat sebuah klinik sederhana yang diharapkan dapat memberikan jalan untuk mengakhiri praktik itu.
Ketika SBS News mengunjungi tempat itu, Imam Wahyudi, pasien berusia 37 tahun dengan kondisi psikotik yang tidak terdiagnosis telah dibebaskan setelah dirantai selama empat bulan.
Dia bersatu kembali dengan ibunya, yang mengatakan melalui seorang penerjemah: “Tentu saja saya sedih. Saya tidak bisa makan ketika saya memikirkannya. Saya harus melakukan ini karena saya adalah satu-satunya orang tua ”.
Seringkali keluarga menjadi terlibat dalam praktik pasung ketika mereka tidak dapat mengatasi kebutuhan dan stigma dari kondisi anggota keluarga mereka.
Klinik itu merupakan salah satu sayap rumah sakit yang tidak digunakan yang telah diubah menjadi fasilitas rehabilitasi kesehatan mental.
Tempat itu menawarkan tempat istirahat dari pasung, paparan untuk profesional kesehatan dan, jika diperlukan, obat-obatan.
‘Pasung’ is illegal in Indonesia but is still happening. SBS News
Asisten peneliti kesehatan mental, Anto Sugianto, yang juga seorang penyintas pasung, sedang mencoba untuk mengubah pendekatan pengobatan Indonesia yang regresif.
Sugianto, yang bekerja di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, mengatakan menghilangkan stigma seputar kesehatan mental adalah langkah pertama untuk menemukan solusi.
“Jika orang dan keluarga mendapatkan pendidikan yang benar tentang kesehatan mental dan bagaimana menangani penyakit mental sehingga mereka dapat mencari pengobatan yang tepat, maka tidak akan ada pasung,” katanya.
Anto Sugianto and Dr Harry Minas are lobbying for change. SBS News
Psikiater dan profesor Dr Harry Minas baru-baru ini mulai bekerja dengan Sugianto dan mengepalai Centre For Global and Cultural Mental Health di University Of Melbourne. Ia telah berkonsultasi dengan perwakilan pemerintah Indonesia tentang bagaimana mengakhiri praktik ini.
Dr Minas yakin klinik rehabilitasi di Kebumen memiliki solusi dan mengatakan dengan kemauan politik dan pendanaan sistem itu dapat direplikasi di tempat lain di Indonesia.
Ia mengatakan: “Ini membuktikan beberapa hal; satu bahwa untuk investasi yang sangat sedikit Anda dapat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan memungkinkan mereka untuk menjadi bebas dan mandiri, dapat tinggal di rumah, yang lain ... itu menunjukkan mungkin untuk memecahkan masalah yang pada saat ini sangat kompleks . "
A man at 'Marsiyo’s House'. SBS News
Budi Satiro kepala urusan sosial di Kabupaten Kebumen mengatakan bahwa kesehatan mental adalah masalah sosial terbesar yang dihadapi kabupaten itu. Dia ingin melenyapkan pasung di Kebumen pada akhir 2019 dengan terus mengembangkan klinik rehabilitasi berbasis masyarakat.
“Kami memiliki harapan bahwa mungkin semua pasien kesehatan mental mendapatkan perawatan di sini - itu tidak mustahil,” kataBudi Satiro.
Dr Minas setuju. Dia mengatakan dia telah mengamati perubahan sikap di Indonesia terhadap kesehatan mental dan optimis bahwa dengan tekanan yang tepat dan kerangka kebijakan yang sesuai, mungkin akan terjadi perubahan.
"Jika pemerintahan provinsi dapat dilibatkan maka hal itu semakin mungkin terjadi," katanya
Tapi, sampai sumber daya yang sesuai dialokasikan, pasien penderita sakit mental akan tetap dibelenggu dan tidak diobati.
Peneliti dan korban Sugianto mengatakan usahanya akan berlanjut:
“Mimpi saya adalah tidak akan ada lagi pasung - itulah tujuan kami.”