Kampanye anti-Islamophobia dilakukan di Indonesia, negara kepulauan tropis yang menjadi rumah bagi lebih dari 13 persen penduduk Muslim dunia.
Ratusan pemuda Islam mengadakan demonstrasi damai di Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat pada hari Jumat. Mereka berkampanye melawan Islamofobia, dengan harapan dapat menepis kebencian dan prasangka atas komunitas Muslim di berbagai belahan dunia.
“Yang jadi isu utama Islamophobia yang diangkat salah satu media Selandia Baru bahwa teroris tersebut memberikan alasan karena mereka banyak yang Muslim," ujar Koordinator aksi, Ricky Hafidz, seperti dikutip oleh Indonesiainside.id. "Tapi kita buktikan tidak ada masalah dengan jumlah populasi Muslim."

Indonesian Muslims hold a rally in Jakarta on March 22, 2019, to condemn the attacks on two mosques in New Zealand. Source: BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
Di Australia, senator Queensland Fraser Anning mengatakan imigrasi Muslim berkontribusi atas kematian 50 korban dalam pembantaian Christchurch, dan secara luas ditafsirkan telah menyalahkan para korban serangan itu atas kematian mereka sendiri.
Menyusul kejadian itu, Will Connolly yang berusia 17 tahun - yang kini dikenal di sebagai "egg boy" - menamparkan telur di kepala senator independen itu dan dibalas Senator Anning dengan pukulan di muka hingga diamankan ke tanah. Connolly telah diwawancarai dan dibebaskan oleh polisi tanpa tuduhan, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Dalam unjuk rasa di Monas terlihat seorang peserta membawa tulisan yang berisi ucapan terima kasih pada si "egg boy".
Dalam kesempatan itu Ricky Hafidz menyampaikan apresiasinya kepada warga Selandia Baru untuk apa yang digambarkannya sebagai respon simpatik mereka terhadap penembakan masjid.
“Kami juga mengapresiasi kepada masyarakat Selandia Baru atas sikap simpati dan keramahan dalam menyikapi pascatragedi penembakan Jumat pekan lalu,” ujar Hafidz.
Tragedi serangan yang terjadi di dua masjid di Christchurch ini mungkin juga memberikan pengaruh jangka panjang bagi warga Muslim di Selandia Baru.
Agam Jaya Syam, Ketua Masjid Al-Ameen di Wellington, mengaku dirinya mungkin akan melihat Selandia Baru secara berbeda.
"Secara pribadi saya melihat New Zealand mungkin tidak seperti dahulu lagi," ujar Mr Syam saat dihubungi SBS Indonesian.
"Bahwa di sini ternyata memang Muslim itu bisa menjadi soft target di manapun mereka berada. Kita sering melihat kejadian ini di negara lain, ternyata sekarang terjadi di Selandia Baru."
Mr Syam mengatakan bahwa umat Muslim juga perlu introspeksi menyusul tragedi teror ini.
"Setelah kejadian ini ya.. mungkin dari kita juga harus introspeksi, harus lebih menunjukkan rasa persaudaraan kita kepada tetangga-tetangga kita.. seperti lebih low profile juga kalau ada kegiatan gitu..," ujarnya.
Sementara Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Samoa dan Kerajaan Tonga, Tantowi Yahya, mengatakan bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan menyusul tragedi yang menewaskan seorang WNI Lilik Abdul Hamid ini.
"Kita percaya betul kepada standar keamanan yang akan diambil oleh kepolisian dan pemerintah Selandia Baru, sebagaimana yang disampaikan oleh Perdana Menteri Ardern bahwa mereka tidak mau kecolongan dua kali," ungkap Mr Yahya.
"Oleh karena itu polisi sudah dipastikan akan mengambil langkah-langkah yang tepat namun tidak akan menggelisahkan warga dan kita percaya sepenuhnya."
Pada hari Senin Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern memerintahkan penyelidikan pengadilan independen terhadap serangan Christchurch.