Feature

Dari kota paling layak huni di dunia, Melbourne ditinggalkan warga yang alami krisis karena kuncitara

Beberapa kali didapuk sebagai kota paling layak huni di dunia, belakangan banyak warga pindah dari Melbourne karena mengalami krisis saat lockdown. Seorang perempuan asal Indonesa hampir bercerai dan pindah ke Queensland untuk mempertahankan keutuhan keluarga.

A sign is seen on a window at one of the public housing towers on Racecourse Road in Flemington, Melbourne.

A sign at one of the public housing towers on Racecourse Road in Flemington, Melbourne. Source: AAP

Kota Melbourne pada akhir Mei menjalani kuncitara (lockdown) untuk keempat kalinya untuk menahan gelombang baru penyebaran virus korona.

Pernah menyandang predikat sebagai kota paling layak huni di dunia selama beberapa tahun, Melbourne kehilangan gempitanya karena mengalami kuncitara hampir delapan bulan tahun lalu yang disebut terpanjang dan terberat di dunia.

Selain mengakibatkan kerugian ekonomi, kuncitara memicu persoalan kesehatan mental masyarakat dan krisis di kalangan keluarga.

Banyak keluarga memilih pindah dari Melbourne ke negara bagian lain atau ke daerah regional karena jengah pada kuncitara yang merampas kebebasan dan penghidupan mereka.

Berdasarkan data Biro Statistik Australia (ABS) tentang migrasi dalam negeri yang membandingkan jumlah orang yang masuk dan keluar dari suatu daerah, tahun lalu kota metropolitan Melbourne mengalami kerugian bersih 26.000 orang.

Pada kuartal terakhir 2020 Melbourne mengalami kerugian bersih 8.500 orang, dibandingkan 7.400 orang pada kuartal sebelumnya.

Catatan Desember 2020 itu merupakan rekor yang tertinggi sejak migrasi dalam negeri dilakukan sejak tahun 2001. 

Ini di luar pola yang sudah berlangksung, mengingat pada 2019 Melbourne pada dasarnya mengalami nol kerugian bersih dan pada 2018 lebih banyak orang pindah ke Melbourne daripada keluar.
Lockdown restrictions in Melbourne and regional Victoria will ease from this Friday
Women wearing face masks push strollers past signage in Melbourne, Australia Source: AAP Image/AP Photo/Asanka Brendon Ratnayake
Intan, bukan nama sebenarnya, seorang perempuan asal Indonesia pindah dari Melbourne karena kuncitara tahun lalu telah menimbulkan krisis pada rumah tangganya.

Persoalan dipicu karena seluruh anggota keluarga terpaksa lebih banyak berada di rumah dan banyak persoalan sepele menjadi menumpuk.

"Karena COVID, suami saya yang biasanya banyak kerja bepergian jadi harus kerja di rumah, tempat kerja saya tutup dan anak-anak sekolah dari rumah," kata Intan.

"Banyak persoalan kecil misalnya karena bosan anak-anak main bola di rumah, bapaknya marah. Tapi karena kasihan anak-anak saya bela mereka. Jadi bertengkar, dari setiap minggu jadi tiga hari sekali, lalu jadi tiap hari. Tidak ada solusi."

Hampir bercerai

Pernah dua kali anak tertua Intan menelepon polisi karena tidak tahan dengan pertengkaran kedua orang tuanya.

"Anak saya sudah cukup besar jadi dia tahu persoalan. Dia tidak ingin melawan bapaknya, makanya dia hubungi polisi," kata dia.

Tidak hanya karena laporan anaknya, Intan juga mengalami beberapa kali rumahnya didatangi polisi karena suaminya kerap mempos komentar di laman Facebook penentang kuncitara dan Menteri Utama Victoria Daniel Andrews yang beberapa kali menggalang aksi demonstrasi di Melbourne.

"Suami saya sangat anti pada Daniel Andrews. Beberapa kali polisi ke rumah waktu ada demonstrasi. Jadi suami saya tidak bisa keluar. Demo selesai, mereka pergi," kata Intan.

"Bapak suami saya pernah masuk rumah sakit, dan ibunya sendirian di rumah. Kami tidak bisa datang karena lockdown. Suami saya sangat marah. Dia juga tidak bisa menyalurkan hobinya keluar masuk hutan."

Intan yang awalnya bisa mengalihkan perhatiannya dari tekanan kuncitara lama-lama mengalami depresi yang dipicu oleh ibunya yang sakit kritis tapi dia tidak bisa ke Jakarta.

"Dari 17 tahun menikah tidak pernah ada ribut-ribut, saya sampai pernah minta bercerai. Saya mendatangi ke psikolog karena tidak bisa menyalurkan perasaan. Kami juga mendatangi konseling pernikahan," kata dia.

"Suami saya tidak mau berpisah. Dia mau pindah ke Queensland karena masih bisa cari rumah yang tanahnya luas untuk berkebun dan kerja bisa lebih lancar. Dia pergi ke Queensland sendiri."
Family crisis
Pandemic lockdown has created more relationship issues among family members. Source: Image by Alfred Derks from Pixabay
Intan mengatakan dia dan suaminya memang sudah lama ingin pindah ke Queensland, tapi dalam 5-6 tahun mendatang.

"Setelah terpisah kami membuat kesepakatan, mungkin kalau pindah ke Queensland bisa lebih tenang. Karena situasi sudah tidak bisa diajak kompromi, saya dan anak-anak menyusul ke ke Queensland," kata dia.

"Sebenarnya saya senang hidup di Melbourne, semuanya ada. Di sini mau belanja ke toko Asia harus menyetir 1,5 jam ke Brisbane. Tapi saya bela-belain pindah, supaya semuanya senang," lanjut Intan.

"Saya pikir daripada hidup tambah hancur karena suami saya stress, mending dia dapat kesempatan buat menyalurkan hobinya berkebun."

Trauma klaster sekolah

Widijana Wine adalah warga asal Indonesia lainnya yang angkat kaki dari Melbourne pada awal tahun 2021.

"Sebenarnya kami sudah berencana pindah ke Queensland tahun depan, menunggu anak saya selesai kelas 6. Tapi karena Melbourne terlalu sering lockdown, jadi dipercepat," kata Widijana yang bekerja sebagai koki dan pendidik di pusat pengasuhan anak.

"Kami ingin pindah dari Melbourne karena faktor cuaca, saya sekeluarga asma. Melbourne terlalu dingin buat kami. Anak saya ringkih, sering sakit kalau cuaca naik turun."
Sunny Coast
Widijana Wine and her daughter in Sunshine Coast, Queensland. Source: facebook Widijana Wine
Sebelum tujuh tahun di Melbourne, Widijana sekeluarga memang tinggal di Sunshine Coast, Queensland, dan pandemi membawa mereka kembali ke kota pantai yang cantik itu.

Suami Widijana mempercepat kepindahan dari Melbourne karena trauma merebaknya wabah COVID-19 di sekolah anaknya, Al-Taqwa College di Truganina tahun lalu.

Al-Taqwa menjadi klaster virus korona terbesar di Victoria dengan 113 kasus positif di kalangan siswa dan guru.

Itu mendorong pemerintah Victoria menerapkan penguncian secara mendadak terhadap beberapa menara perumahan publik di North Melbourne dan Flemington yang banyak anak penghuninya bersekolah di Al-Taqwa.

"Dulu rumah kami satu blok di belakang Al-Taqwa, jadi rasanya seram. Pergi kerja suasananya mencekam, jalanan sepi." kata Widijana.

"Suami saya ingin segera pindah. Tidak apa salah satu dari kami saja yang dapat kerja dulu. Karena perhatian utama kami bukan pekerjaan tapi kesehatan anak dan situasi Melbourne."

Bekerja di pusat pengasuhan anak yang memiliki jaringan cabang nasional, Widijana mendapat tempat di perusahan yang sama di Sunshine Coast. Suaminya pun mendapat pekerjaan sebagai koki di tempat kerjanya yang lama sebelum pindah ke Melbourne.  

"Sunshine Coast sangat aman dari COVID. Kalau di Brisbane ada kasus, di sini selama pandemi hampir nol kasus," kata Widijana.

"Sekarang di sini sulit cari rumah, untuk disewa maupun beli karena orang dari Melbourne dan Sydney banyak pindah. Harga properti naik," tambahnya.

"Banyak pensiunan pindah ke sini. Meski kecil dan tidak semetropolitan Melbourne, cuaca di sini hangat seperti di Indonesia."

Naiknya kebutuhan jasa pemindahan

Fenomena kepindahan warga Melbourne ke negara bagian lain dirasakan oleh Monica Laurensia, penyedia jasa pemindahan di Melbourne.

Dari komunikasi dengan banyak klien, Monica mengetahui kebanyakan dari mereka pindah ke negara bagian lain karena kecewa dan marah pada situasi kuncitra di Melbourne.

"Ada klien saya pemilik cafe dan gym yang menjual semua peralatannya. Dia cerita sambil menangis tidak bisa mempertahankan bisnis keluarganya yang sudah 15 tahun, dan memutuskan pindah ke Queensland," kata Monica.

"Klien lain yang punya bisnis perlengkapan tempat tidur menutup bisnisnya karena istrinya meninggalkan dia, dan dia terpaksa menjual semua asetnya. Dua anaknya ikut dia pindah ke Queensland." 

Sejak menjalankan bisnis pemindahan pada bulan Juli 2020, Monica sudah melayani sekitar 15 klien yang pindah dari Melbourne ke negara bagian lain, meski belum ada warga asal Indonesia.
Interstate removal
Monica Laurensia started her removalist business after her take away shop closed down because of Melbourne harsh lockdown last year. Source: Monica Laurensia
Monica sendiri korban pandemi yang terpaksa menutup toko kebab yang dia mulai sejak akhir tahun 2019, dan baru tiga bulan berjalan pandemi mulai berdampak.

"Saat toko sepi saya hanya melamun atau bicara di telepon dengan teman. Ibu saya memberi semangat, kalau kita punya iman pasti bisa melewati segala kesulitan. Tapi sebagai manusia tetap stress."

Dalam situasi itu ia teringat belum lama pindah rumah menggunakan jasa pemindahan yang saat kuncitara termasuk layanan penting yang bisa tetap beroperasi.

"Dengan sisa tabungan yang tinggal $10 ribu saya membeli sebuah van bekas dan bekerja sendiri. Banyak yang seksis, saya dipandang sebelah mata, karena saya perempuan lalu memaksa potongan harga," kata Monica. 

Ketika bisnis barunya mulai bergeliat, Monica memutuskan menjual seisi tokonya yang sudah menghabiskan investasi sekitar $60 ribu hanya senilai $20 ribu untuk mencegah kerugian lebih jauh.

"Pada titik terendah, saya menangis setiap hari. Mau makan saja ingat tentang pengeluaran. Sama sekali tidak ada pemasukan tapi tagihan terus berjalan," kata Monica yang kini memiliki satu van dan dua truk serta lima karyawan. 

"Kalau mendengar cerita orang yang pindah dari Melbourne karena marah dan kecewa, saya bisa mengerti. Saya pernah berada pada situasi mereka."


Share

Published

Updated

By Alfred Ginting

Share this with family and friends


Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand