I have something to say, I have to say it now.Lizzie Chan, author and poet


Lizzie Chan, Indonesian writer and poet, shares on how she crafted her poetry skill and her journey to perform at the Australian Poetry Slam 2025. Credit: Supplied/Lizzie Chan
I have something to say, I have to say it now.Lizzie Chan, author and poet

Speaker 1
Ada Lizzie Chan, sudah bergabung bersama dengan SBS Indonesian. Lizzie apa kabar?
Speaker 2
Baik, apa kabar semua? Apa kabar, Tia?
Speaker 1
Baik, terima kasih. Nah, Lizzie Chan ini dikenalnya sebagai penulis. Tapi adakah spesifikasi tertentu, Lizzie?
Speaker 2
Kalau sekarang kayaknya lagi benar-benar suka nulis jokes, lelucon, yang lucu-lucu, tapi mungkin belum di bahasa Indonesia kali ya, belum pilih. Karena bahasa Indonesia tuh kalau dibuat lucu, malah kok eh, dalam gitu.
Speaker 1
Ada yang bilang kalau jokes they don't translate properly?
Speaker 2
Ya, kayaknya mungkin karena keterbatasan vokabulari aku juga kali ya, kalau bahasa Indonesia tuh I think banyak orang akan relate kalau aku bilang ini. bahasa Indonesia itu can be considered a common language untuk banyak kita. Jadi kayak dimarahin pakai bahasa Indonesia dulu. Jadi kalau buat lucu,
kayaknya agak lebih banyak lapisannya. Belum, aku belum master itu.
Speaker 1
Boleh cerita dulu dong berarti background-nya. Sebenarnya Lizzie -- kenalan dulu dengan pendengar juga -- penulis puisi, ada menang atau juga di highlight di beberapa festival penulis begitu. Tapi sebenarnya berangkatnya dari mana Lizzie?
Speaker 2
Berangkatnya, sebenarnya aku just like a lot of people aku masih kerja kantoran. Jadi tiap hari itu sebenarnya yang ditulis adalah kebutuhan marketing, kebutuhan teknikal Kuburan jualan jadi kepolisi itu sebagai bentuk pelarian Karena ya, lelah.
Speaker 1
Sampai sekarang masih bekerja kantoran maksudnya?
Speaker 1
Masih, aku sampai sekarang kerja di fintech Kayaknya kalau dari dulu suka nulis tapi nggak terlalu disharing ke luar. Pertama kali aku sharing itu pas aku datang ke Ubud Writers Festival Kalau dari dulu cuma nulis di jurnal, di kertas-kertas bon, memaki-maki dunia, komplain tentang kerjaan, tentang
keluarga, pacar, tapi nggak pernah benar-benar didalami. Karena puisi itu kan sesuatu yang sebenarnya sangat eksklusif kalau di sini, jadi nggak terlalu Luas untuk dicerna. Karena kebanyakan sukanya, ya kamu rasain rasanya apa, ya bilang biar dia mengerti. Kalau puisi kan, keseringan kita
bersembunyi dalam kata-kata. Jadi, ya... It took a while to love poetry. Tapi, aku suka nulis puisi itu awalnya gara-gara sebenarnya... Karena nonton Omar Musa pertama kali di Ubud Writers itu pertama kali diperkenalkan dengan dunia spoken word. Dari situlah baru aku ngerti, oh ternyata kulit itu
bukan hanya bisa ditulis aja gitu. Bisa lebih hidup dan formatnya bisa lebih beda lagi kalau ditulis sebagai format spoken word ini bukan hanya written poetry aja. Gitu sih.
Speaker 1
Ini biasanya, saya mungkin salah, tapi biasanya yang cinta atau yang mendalami puisi ini adalah mereka yang latar belakangnya memang suka cinta sastra sekali, begitu. Atau mungkin yang generasinya lebih dulu daripada Lizzie, begitu kan. Kalau Lizzie sendiri melihatnya gimana?
Speaker 2
Iya, kalau sekarang sih kalau dari yang aku tahu ya kalau di Jakarta sih sininya masih Sangat-sangat terbelah dua ya, ada kubu yang masih puisi klasik banget, yang cara bacanya masih rumbulan, bagaikan balutan, Matamu bagaikan pesan. Dan ada kubu selanjutnya yang kayak bener-bener Young Millennial
Gen Z, yang bener-bener udah masukin unsur tapping, lebih agresif, kata-katanya lebih straight to the point gitu, jadi dua environment yang berbeda.
Speaker 1
Baik, dan dirimu yang lebih modern ini tadi ya?
Speaker 2
Enggak juga, karena aku punya komunitas puisi sendiri, jadi kadang kita nyelam kedua kolam. Ya, just to maintain the connection untuk kedua kolam, jadi biar gak putus
Speaker 1
Right, ini kalau saya baca dirimu menjulang tinggi itu salah satunya juga karena jadi juara di Ubud Writers Festival untuk Women's Slam Champion, correct me if I'm wrong. Ini tahun 2023, kemudian 2024 juga, betul?
Speaker 2
Iya benar.
Speaker 1
Tapi apakah memang langsung sebelum kemunculanmu di Ubud Writers Festival yang tahun 2023 itu kemudian bikin karya yuk langsung maju kemudian juara begitu atau ini harus mundur berapa tahun dulu nih gitu sebelum sampai ke titik itu Lizzie?
Speaker 2
I think mundurnya tuh boleh dimundurin pas covid kali ya. Itu dimana aku punya waktu bener-bener cuma nulis. Cuma ngerekam diri sendiri, nulis puisi. Baru ikut open mic secara virtual di berbagai area. Ada dari Asset, ada dari open mic di Chicago, ada open mic Dari Taiwan, itu sih masa-masa conflict
yang nggak bisa ke mana-mana, yang benar-benar ngebantu craft my style in poetry. And then, ketuh my first return di Ubud Writers baru deh. Itu juga gimana ya, I don't think we all plan to win a poetry slam, itu cuma kalau I have something to say, I have to say it now, kalau enggak saya bakal
bergegutan banget. Itunya kayak, yaudah, let's go.
Speaker 1
Itu berarti apakah memang karya pertama atau penampilan pertama yang tanda kutip dilombakan begitu dan langsung menang atau bagaimana?
Speaker 2
Itu karya, ya karya pertama, tapi karya yang udah, saya udah 2-3 kali revisi sampai pede untuk dibacain di publik.
Speaker 1
Oke, dan kemudian mendapatkan respon yang ternyata hasilnya sangat bagus begitu Kemudian gimana tuh? Wah, tadi jalannya udah benar begitu kan? Atau gimana pada saat itu Lizzie?
Speaker 2
Pada saat itu udah kayak, oh bisa ya? Karena kalau puisi itu kan beda dengan mungkin stand up komedi atau TED Talk, semuanya itu pasti ada perencanaan ya, tapi kalau puisi itu lebih kayak isi curahan hati atau komplainan atau kayak bagian dari hidup kita yang kayak kita pengen umumin ke seluruh
dunia tapi mungkin kita gak mau keluarga kita tahu gitu jadi puisi yang menang itu sebenarnya frustration ke keluarga aku tapi gak bisa aku sampaikan ke mereka jadi aku misalnya aku sampaikan ke orang orang bakal ngerti gak ya jadi I think I got lucky that night the judges and the crowd mengerti
frustasi aku itu gimana.
Speaker 1
Ini akhirnya nggak cuma keluarga yang tau frustasimu begitu ya Semua orang di Ubud tau akhirnya dan akhirnya sampai ke Sydney juga gitu Oke. Kalau bicara tentang konten berarti, kalau disebut puisi itu kan curahan hati gitu. Apa yang kita mau teriakan tapi tidak bisa di dunia nyata ini jatuh lah
kemudian ke sisi seni kita. Kalau dari sisi Lizzie sendiri, biasanya tema besarnya atau mungkin juga beberapa topik kecilnya, apa sih Lizzie?
Speaker 2
Biasanya, ini aku juga baru menyadarin setelah aku selesai buku puisi aku kedua, ternyata ada pattern dari semua yang aku tulis. Pattern-nya itu emang emosi aku, perasaan, atau everything to do with family and my culture and food. Itu tiga yang kayak pasti selalu ada di setiap tulisan aku. family
related issue or cultural, karena aku lahir, papa mamaku make Religion, I guess I can say I was born in two communities. My mom tuh kayak full on mendeli batak banget. My dad super Chinese, my dad. Jadi dua-duanya tuh kayak the best of both spices di Indo, I think. Jadi itu yang selalu aja ada di
puisi aku.
Speaker 1
Right.
Speaker 2
Karena kalau di kehidupan tuh kita gak mungkin bisa ngelucu setiap saat, tapi... Itu bagian dari coping mechanism aku. Jadi puisi aku tuh kayaknya selalu jadi cara how I make fun of my situation. Dan dari situ aku bisa process, oh it's not that deep, it's okay. Kayak keluarin aja your inner child,
let her play. Dan proses play aku itu. Oh ternyata nulis ya, ternyata.
Speaker 1
Oke. Dan dari situlah kemudian juga akhirnya dirimu lebih banyak dikenal, I suppose sampai diundang juga hadir di Story Week di Australia, di Sydney, begitu. Gimana ceritanya sampai bisa diajakin kemari, Lizzie?
Speaker 2
Iya, itu kemarin ketemu Miles, founder of Australian Pottery Slam, Aku ketemu Miles itu, saya udah beberapa kali ya, karena aku ngerti tentang, aku tahu tentang poetry slam itu juga dari Miles. Miles yang sering datang ke Ubud. Dan dia yang paling sering jadi guest poet di poetry slam-nya. Tapi aku
nggak pernah ingin sampai bakal diundang. Ini juga, chancenya pergi tahun lalu, tapi nggak jadi, visa pending and everything. Gak ngerti juga kenapa diundang, tapi kalau dari Miles I think he likes, he says he likes, puisinya tuh pesannya sangat relatable ke semua orang. It's a message that he very
much likes to share with other people. And again, jadi aku coba kayak, oh, okay, good, let's go. Masih agak, oh, okay, I'm going to a Australian Poetry Slam. And I told my parents, mama papa aku cuma kayak, hah, poetry slam itu apa? Kamu mau pidato? Pidato sama ketemu presiden. Apaan tuh? Nggak ada
yang ngerti pasti.
Speaker 1
Tapi buat dirimu sendiri, seberapa besar ini? Maksudnya untuk pencapaian personal ya, karena sudah sering kompetisi juga, buat buku juga, begitu lebih dikenal juga tentunya. Tapi sebenarnya untuk kehadiranmu, kemunculanmu di Australian Poetry Slam, nggak ikut berlomba begitu kan, tapi diundang untuk
tampil, gimana tuh Lizzie?
Speaker 2
Aku sih, for sure, I feel very honored karena Again, puisi itu bukan sesuatu yang sangat mudah dijadikan pencapaian kalau di Indonesia, apalagi kalau di keluarga aku yang benar-benar nggak ngerti sastra, nggak ngerti puisi itu, kenapa ditulis. Jujur, itu sebuah validasi untuk sisi aku sebagai
seniman. Karena susah banget sekarang to even say out loud ya aku tuh penulis. Nggak... susah untuk dipercaya. Jadi, Validasi untuk diri sendiri sih. Kayak, kamu diundang untuk sharing cerita kamu, berarti you have something to say. Jadi, if people see something in you, you have to respect that
they have faith in you.

