
I believe that the food I will be serving--combining Australian ingredients with the traditional processes of Indonesian cooking--is something interesting, with its own merit.Chef Alfan Musthafa, Queensland Chef of the Year 2025

Credit: Supplied/Alfan Musthafa/Shika Finnemore

I believe that the food I will be serving--combining Australian ingredients with the traditional processes of Indonesian cooking--is something interesting, with its own merit.Chef Alfan Musthafa, Queensland Chef of the Year 2025
Terbayang tidak sih, Chef? Ketika tahun 2005 memulai kuliah di tata boga begitu
ya, kemudian untuk bahwa dua puluh tahun berikutnya nih akan menjadi Queensland
Chef of The Year. Itu terbayang tidak sih, Chef?
Sama sekali nggak ada rencana ke sana, nggak ada pikiran ke sana. Cita-cita pun
gak ada. Maksudnya, terlibat di pikiran pun nggak ada sama sekali. Terbersit pun
tidak, gitu ya? Gak ada, gak ada betul. Sama sekali, sedetik pun gak ada. Cuma
memang aku suka masak, terus kebetulan waktu di Bali juga, sempat mengikuti
beberapa kompetisi memasak juga di Bali. Terus pada tahun 2008, kalau saya nggak
salah, pada 2008 juga saya pemegang medali emas untuk kompetisi
Pasta and Noodle Junior Championship Se-Asia, itu diadakan di Jakarta pada saat
itu, pada saat salon kuliner. Jadi ya, jadi suka berkompetisi, suka
melatih skills segala macem untuk mengukur
talenta sendiri segala macem. Nah sebenarnya ini bukan kemenangan ini, bukan
kemenangan yang disiapkan satu atau dua bulan, tapi sudah dari tiga tahun yang
lalu gitu loh. Jadi acara Queensland Chef of the Year itu sendiri kan acara tahunan.
Jadi dari tahun 2022, itu saya sudah mulai mendaftar. Oke. Tapi tidak pernah
lolos menjadi finalist. Oke. Tapi yang saya lakukan pada saat itu dari tahun 2022
itu setiap ada acaranya, setiap ada kompetisinya, saya datang untuk melihat
prosesnya seperti apa, Chefnya masak apa, penjuriannya seperti apa, segala macam.
Nah, dari tahun 2022 itu selalu mendaftar setiap tahun. 2023 saya coba
lagi, enggak lolos lagi. 2024 saya coba lagi, enggak lolos lagi. Nah, kebetulan
2025 saya mendapatkan kesempatan terpilih sebagai 20 besar finalis untuk maju ke
laga
live cooking.
Dan di live cooking ini adalah yang finalnya atau bagaimana atau ada beberapa
-tahap lain lagi sebelum final, Chef? -Ada dua tahap. Jadi dari seleksi online
sekitar tiga ratus pendaftar hanya dipilih dua puluh finalis untuk maju ke live
cooking pada hari H-nya.
Diadakan dua hari, 12 Oktober dan 13 Oktober. Nah, pada hari pertama itu, dari
dua puluh finalis dibagi menjadi lima kelompok. Satu kelompok terdiri dari empat
chef. Mereka akan bertanding
dengan waktu memasak satu jam, lalu chef dengan nilai tertinggi akan dipilih dalam
lima ronde tersebut. Chef yang memiliki nilai tertinggi melaju ke grand final di
hari selanjutnya untuk merebut gelar Queensland Chef of the Year. Pada saat
hari pertama, saya dihadapi dengan tiga chef lainnya. Dia
executive chef dari wedding event
restoran or something like that. Terus ada juga dari
five stars hotel dari Sunshine Coast kalau nggak salah, terus ada juga dari The Star
Hotel. Pada saat ronde pertama itu, saya chef yang mendapatkan nilai tertinggi.
Akhirnya lolos ke grand final sehari selanjutnya.
Yang hari pertama dulu, Chef. Ini apakah ada tanda kutip bocoran atau mungkin ada
hint begitu ya bahwa di tanggal 12 itu yang diminta adalah memasak menu A B C D,
-begitu Chef? -Gak ada. Jadi sistem kompetisinya itu
seperti black box. Oke. Jadi
para juri akan memberitahukan bahan utama yang harus kita pakai, proteinnya tiga
puluh menit sebelum waktu memasak mulai.
Oke
bagaimana rasanya dalam tiga puluh menit mikir itu Chef?
Ya
mau nggak mau harus pikir.
Iya jadi [tertawa] aku sendiri gak tau. Intinya pada saat itu tiga puluh menit
sebelum proses memasak mulai, semua chef didatangkan ke arena,
disiapkan dapurnya masing-masing, lalu juri mengumumkan bahannya ini, ini, ini,
kalian harus pakai ini, ini. Terus diberi waktu selama tiga puluh menit untuk
membuat menu, dua menu, makanan pembuka dan makanan utama
-dan masing-masing empat porsi. -Kemudian untuk esok harinya apakah serupa
-juga? -Sama.
Nggak dikasih tahu ingredients segala macam gitu ya, Chef ya?
Betul, sama. Dan lalu di Grand Final, karena namanya Grand Final, mereka
menambahkan satu ingredient yang kita harus pakai, yaitu Indigenous Australian
-Herbs. -Nah, itu apakah sesuatu yang pernah
digunakan dalam masakanmu sebelumnya, Chef?
Sebelumnya, saya pakai. Ada beberapa herbs yang sudah sempat saya pakai sebelumnya,
cuman dalam bentuk kering. Dalam bentuk
-apa namanya, herb kering atau dried. -Yang ini dalam bentuk segar begitu ya?
Yang ini dalam bentuk segar masih fresh, yes, betul.
Dan kalau saya baca di website mereka, Chef Alvi ini dipuji karena skill,
creativity dan Queensland Flavours-nya loh. Ini berarti apakah
pada saat itu memang sesuatu yang menurut Chef Alvi ini ini kayak senjata
pamungkas begitu atau sebetulnya [tertawa]
belum, ini masih kemampuan saya yang biasa begitu, Chef?
-[tertawa] Enggak, enggak, enggaklah. -Gimana tuh?
[tertawa] Gimana ya? Sebenarnya saya hanya mengikuti apa yang, apa yang disediakan
gitu. Saya hanya meracik dengan bahan-bahan yang sudah disediakan oleh
juri dengan ide, dengan kreativitas, dengan pengetahuan yang saya punya yang
saya dapat dari 2005
saya mulai kuliah di tata boga. Jadi pada saat juri mengumumkan Indigenous
Australian Herbs, ada beberapa sekitar lebih dari lebih dari lima belas item.
Saya melihat ada satu bahan namanya lemon myrtle itu karakteristiknya
menyerupai campuran
daun jeruk, kemangi terus agak sedikit lemony dan peppery. Dan saya pikir ini
aroma dan karakteristik dan rasa seperti ini sebenarnya menyerupai makanan
Indonesia. Jadi saya menggabungkan dengan ide masakan-- makanan Indonesia
yang mau saya bikin pada saat itu menggunakan bahan-bahan Indigenous
-Australia. -Apakah pada saat itu juga
yakin bahwa ini pasti
tanda kutip diuntungkan dengan backgroundmu mengenal masakan Indonesia
begitu? Apakah pada saat itu juga percaya diri untuk oke tampaknya bisalah ini masuk
begitu, Chef?
Sebenarnya percaya diri, percaya diri dalam artian bukan meninggikan diri bahwa
saya-- bahwa juri akan terkesima dengan makanan saya. Cuma saya pikir bahwa-- saya
percaya bahwa makanan yang akan saya sajikan menyatukan bahan dasar Australia
dengan proses tradisional makanan Indonesia itu sendiri. Ini merupakan suatu
hal yang menarik yang, yang punya nilai tersendiri gitu loh.
Iya dan ternyata memang juri sepakat begitu ya chef?
-Betul. -Aduh, ini selain dapat piala besar itu
chef yang sekarang mungkin dipajang di restoran atau di rumah chef?
-Ada di restoran. -[tertawa] Ada di restoran. Mendapat apa
-lagi chef kalau boleh dibagikan? -Ada uang cash. Jadi uang cash itu sekitar
dua ribu lima ratus untuk pemenang sekaligus tambahan dua ratus lima puluh
dolar untuk setiap grup-- uh, pemenang grup. Terus ada beberapa hadiah
-apresiasi dari para sponsor juga. -Tambah semakin ramai tidak Warisan pasca
-kemenanganmu? -Pastinya [tertawa] jadi itu, event itu
sebenarnya hari Minggu dan Senin. Jadi hari pertama itu hari Minggu lalu finalnya
hari Senin. Nah, kebetulan Warisan sendiri tutup pada hari Minggu Senin. Jadi
buka hanya Selasa sampai Sabtu. Hari Senin kita, kita-- aku sama staf-staf yang
lain juga pada ikut support di lokasi. Kita senang, kita rayain bareng-bareng,
terus pulang ke rumah, terus besok pagi berangkat kerja lagi, buka restoran itu,
malam booking langsung menanjak. Kita sendiri bingung, oh no! Saya harus telepon
lagi, telepon, telepon, telepon, cari chef tambahan suruh kerja malam ini karena
booking kita melonjak ini.
Dan apakah, apakah mereka kemudian juga meminta menu yang ada lemon myrtle itu ya,
-yang seperti kemarin begitu Chef? -Iya, enggak.
Enggak, cuman
sebagian besar mungkin sekitar lebih dari enam puluh persen tamu yang datang di
minggu itu mereka selalu, selalu nyapa ke aku, "Hai, selamat ya, sudah... apa...
atas kemenangannya." "Oh, iya terima kasih." "Ya, aku lihat dari berita, aku
lihat dari Instagram, aku dengar dari ini dari itu," gitu. Jadi mereka itu
datang karena, karena pengen tahu karena sebenarnya event ini event-event besar di
Brisbane sendiri, di Queensland sendiri, event yang sangat besar jadi banyak
penontonnya. Jadi begitu, begitu mereka mengumumkan siapa pemenangnya, siapa chef
terbaik tahun ini mereka selalu mencari biodatanya itu di mana, dia bekerja di
mana. Mereka mau coba makanannya seperti apa.
Dan apakah juga kemudian komunitas Indonesia mungkin di Queensland di
Brisbane juga
banyak yang kemudian menyapamu atau menghubungimu atau mengajak sesuatu
-project gimana itu Chef? -Beberapa iya, ada beberapa ada yang
datang, ada yang mengikuti beritanya, ada yang nonton juga. Cuman untuk masyarakat
Indonesia sendiri, untuk teman-teman Indonesia yang ada di sana sendiri justru
baru datang atau baru, baru kenal dengan saya, baru tahu tentang warisan dan
chefnya itu setelah berita yang di Indonesia mulai marak jadi sekitar mungkin
-satu dua minggu terakhir ini. -Oke, jadi ini baik untuk dirimu, nama
-baikmu dan juga nama bisnis gitu ya Chef? -Betul [tertawa]
Chef, ada mungkin yang bisa disampaikan kalau kita bicara mengenai profesi ini
begitu ya Chef. Ini kan, well, saya tidak pernah menjalani, saya mendengar bahwa
sangat tidak mudah sekali effort yang kita put into it dan juga hours we put into
-it. -Betul.
Ada yang bisa disampaikan mungkin Chef untuk mereka yang aspired to be a chef
mungkin di luar sana, yang mempertimbangkan karir ini mungkin, bahwa
tampaknya kan kita melihat sekarang dari cooking show misalnya, wah enak nih
kayaknya jadi chef gitu kan terkenal, waduh gitu. Tapi sebenarnya harus mawas
diri mungkin di balik itu--ada yang bisa disampaikan Chef?
Betul, yang bisa saya sampaikan mungkin kurangi menonton acara televisi memasak.
[tertawa] Karena aslinya nggak seperti itu. Tidak... tidak semanis cerita Disney.
Jadi
mungkin dikemas karena untuk acara entertainment di TV, jadi mungkin dikemas
secara lebih manis. Tapi faktanya dunia dapur itu perlu kerja keras, perlu
dedikasi, perlu
pengorbanan yang cukup besar gitu loh. Ditambah lagi kerja berat, kita bekerja
dengan minyak panas, dengan air panas, dengan api segala macam yang harus angkat
barang segala macam. Tapi intinya kalau kita sudah bertekad, kalau kalian sudah
punya hati yang kuat bahwa saya mau jadi chef apapun
yang akan saya hadapi, saya harus hadapi sampai saya menjadi chef terbaik untuk
diri saya sendiri atau untuk orang lain juga. Jadi gitu, jadi pokoknya jangan
menyerah, tetap, tetap jalanin cita-cita kamu, tetap raih mimpi kamu untuk menjadi
seorang chef yang handal dan
intinya jangan pernah berhenti, kalau capek boleh istirahat atau jalan pelan
tapi jangan pernah berhenti, tetap harus jalan.
Right. Chef Alfie, terima kasih waktunya bersama SBS Indonesian, Chef.
Sama-sama, Tia. Terima kasih banyak.