Inspirasi: Anak Kampung Jadi Pengusaha Restoran, Ini Perjalanan Queensland Chef of the Year Alfan Musthafa

Chef Alfan Musthafa_Warisan Brisbane

Brisbane's Warisan owner and head chef, Alfan Musthafa, admits to have a special connection with his grandmother's cooking from back when he was little. Credit: Supplied/Alfan Musthafa/Shika Finnemore

Lahir dari keluarga petani asal Cirebon, Alfan Musthafa kini dikenal sebagai koki yang memenangkan gelar Queenland Chef of the Year 2025. Bagaimana perjalanan karir memasaknya?


Meraih gelar Queensland Chef of the Year 2025 tidak datang dengan instan bagi Alfan Musthafa. Pemilik dan head chef dari sebuah restoran di Brisbane ini mengakui bahwa perjalanan karirnya di bidang kuliner tidaklah selalu mulus.

Lahir sebagai cucu petani, Chef Alfie—sebagaimana ia akrab dikenal—sempat menghabiskan beberapa tahun tinggal bersama kakek dan neneknya di kampung dan diajak ikut ke sawah setiap harinya. Namun, apa yang dilakukan sang nenek setiap pulang dari sawahlah yang tidak dapat lepas dari ingatannya.

"Nenek selalu masak untuk keluarga besar di rumah," ujar Chef Alfie kepada SBS Indonesian. "Setiap nenek masak itu ada aroma tersendiri yang nenek ciptakan, yang membuat saya merasa bahagia".
Makanan bisa membuat orang berkumpul, berkoneksi, berbagi cerita, membuat memori, atau mengenang memori yang baik.
Alfan Musthafa -- Queensland Chef of the Year 2025
Chef Alfie mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi koki dan terus memasak untuk meneruskan apa yang sudah sang nenek lakukan untuk keluarganya.

Sempat menjadi korban PHK di Australia, bagaimana cerita Chef Alfie hingga kini menjadi pemilik salah satu restoran di Brisbane dan juga meraih gelar Queensland Chef of the Year tahun ini?
Dengarkan podcast ini selengkapnya.

Dengarkan SBS Indonesian setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore.
Ikuti kami di Facebook dan Instagram, serta jangan lewatkan podcast kami.

Chef ingat tidak? Ini pertama kali belajar masak memasak atau kuliner ini mulai

-kapan, Chef? -Kalau belajar memasak sebenarnya yang

secara tidak ... nonakademik mungkin belajar dari rumah mulai dari SMP. Mulai

ikut ikut bantu mama masak di rumah segala macam. Tapi akhirnya

setelah lulus SMA memutuskan untuk kuliah di bidang kuliner manajemen tata boga.

-Saya kuliah di STP Nusa Dua, Bali. -Chef memang aslinya Bali atau bagaimana

-tuh? -Saya aslinya orang Cirebon. Jadi itu kalau

misalnya ditanyakan kapan mulai memasak. Tapi kalau misalnya ditanyakan kenapa

memilih menjadi seorang koki itu mungkin ada cerita tersendiri. Lebih ke apa ya apa

namanya punya ikatan memori tersendiri sama kuliner di rumah.

Apakah itu kuliner atau masakan yang dibuat ibu atau bagaimana chef?

Jadi dulu saya ini cucu petani,

anak kampung. Jadi dulu waktu semenjak saya kecil dari umur dua tahun sampai enam

tahun itu tinggal sama

kakek nenek di kampung. Dan setiap hari mereka selalu mengajak saya untuk ke sawah

untuk panen sayur atau hanya sekedar

menyiram tanaman segala macem. Dan setiap pulang dari sawah siang untuk makan siang,

nenek itu selalu masak buat keluarga di rumah buat keluarga besar. Nah, setiap

nenek masak itu ada aroma tersendiri yang nenek ciptakan yang bikin saya merasa

apa namanya

senang, bahagia gitu loh dengan

alasannya adalah dengan masakan nenek dengan aroma yang dia ciptakan di dapur

itu dengan makanan yang jadi itu bisa membawa satu keluarga

duduk dengan damai di ruang makan saling bercerita tentang halhal yang bahagia,

hal-hal yang positif dan menurut saya ini suatu alasan kenapa saya mau jadi koki

bahwa makanan itu bisa membawa orang untuk berkumpul untuk berkoneksi untuk berbagi

cerita untuk membuat memori atau

mengenang memori yang baik untuk kita gitu loh. Jadi alasan saya, saya ingin memasak

untuk meneruskan apa yang sudah nenek lakukan untuk keluarga gitu.

Itu kayak membuat dirimu memilih untuk belajar tata boga jauh jauh ke Bali begitu

-ya. Itu kalau ingat tahun berapa, Chef? -Saya datang ke Bali dua ribu empat cuma

belum ada kesempatan untuk kuliah di Tata Boga. Lalu tahun selanjutnya saya

mengulang mendaftar kuliah. Akhirnya dua ribu

lima saya mulai kuliah di STP Nusa Dua, Bali dengan jurusan manajemen Tata Boga.

Oke, dan pada saat itu di tahun-tahun itu apakah pekerjaan atau profesi atau

berkarir di dunia tata boga ini kalau seorang pria asal Cirebon begitu ya ini

sesuatu yang dianggap oke, normal, baik, membanggakan atau masih sebelah mata chef

-kalau ingat? -Sebenarnya pada tahun itu, sekitar tahun

awal 2000an mungkin sampai 2010an pekerjaan sebagai seorang koki itu masih

dipandang sebelah mata. Yang

mereka dapat bahwa koki itu, pekerjaan di dapur itu hanya pekerjaan untuk seorang

wanita. Jadi mungkin pada saat tahun ini, pada saat 2005, pada saat mulai kuliah di

STPN 2 Bali itu belum banyak peminatnya. Jadi mungkin masih sedikit.

Tapi di keluarga sendiri apakah tidak dianggap 'wah, Alfan mau ngapain' begitu?

Ya, kebetulan saya punya orang tua yang demokrasi ya. Dalam artian mereka

membebaskan anaknya, apa yang anaknya suka, apa yang anaknya ingin lakukan, apa

yang anaknya percayai, dan apa yang anaknya mau menjalani, ya, diserahkan

kepada anaknya. Selama itu di jalan yang benar, tidak negatif. Jadi orang tua

selalu mendukung cita-cita saya. Akhirnya diperbolehkan untuk mengambil kuliah

-jurusan Tata Boga. -Boleh cerita sedikit, Chef, dari Bali

kemudian bisa lompat ke Australia bagaimana ceritanya?

Long story short, jadi aa aku mulai kuliah dua ribu lima setelah itu aa lulus tahun

dua ribu sepuluh aa sambil kuliah dulu sempat magang di beberapa hotel di Bali

kayak Grand Hyatt, Nusa Dua, Nusa Dua Beach Hotel, Ritz Carlton, Hard Rock

Hotel, Hard Rock Hotel di Kuta terus Ashton Kuta sampai akhirnya pada tahun dua

ribu tiga belas saya

membuka restoran dengan salah satu perusahaan dari Jakarta di Pantai Kuta.

Restoran Italy. Terus itu bertahan selama dua tahun sampai awal dua ribu lima belas.

Lalu saya berpikir bahwa saya masih ingin belajar tentang tata boga. Saya masih

ingin belajar tentang kuliner. Saya ingin memperdalam ilmu tentang kuliner bukan

hanya satu jenis makanan tapi juga ingin mempelajari semua jenis makanan kayak

Prancis, Italy, Eropa segala macam. Akhirnya saya berkeinginan untuk bekerja

di luar negeri. Nah

sangat beruntungnya bahwa ada salah satu restoran atau perusahaan di Brisbane yang

sedang mencari Head Chef untuk restorannya dan menawarkan sponsorship

visa. Akhirnya dari pihak perusahaan di Brisbane

menawarkan saya untuk bekerja bersama mereka di sini di salah satu restoran

mereka sebagai Head Chef dan akan mendapatkan, akan mengajukan

-visa sponsorship dari perusahaan. -Dari awal itu berarti langsung

-penawarannya adalah Head Chef begitu? -Betul, betul.

Jadi di Australia langsung gak pakai merangkak-rangkak dari bawah dong, Chef?

Merangkaknya sudah di Bali.

Jadi saya belajar merangkak, belajar berdiri, belajar jalan

di Bali. Setelah itu sudah bisa jalan

dan kebetulan ada jalannya untuk untuk untuk datang ke Australia.Disuruh lari

-langsung. -Disuruh lari langsung, kalau ingat tahun

-berapa itu berarti, Chef? 2015 tadi? -2015 dan bulan Oktober. Iya. Ini kan masih

-bekerja ikut orang jaman itu ya. Betul. -Kemudian terinspirasi untuk yuk buka W

-arisan begitu tuh bagaimana, Chef? -Betul. Jadi tahun 2015 saya datang ke

Australia under sponsorship dan saya sebenarnya gak boleh bekerja di tempat

lain. Jadi harus bekerja dengan perusahaan sponsor saya selama empat tahun pada saat

itu eh, visanya. Nah setelah empat tahun saya boleh mengajukan visa Permanent

Residence dan akhirnya saya mengajukan Permanent Residence setelah visa

sponsorship selesai lalu mendapatkan Permanent Residency, lalu stay di sini

terus Covid mulai. Itu pas 2020 awal Januari, Covid mulai.

Hampir seluruh restoran atau, atau bisnis kuliner yang ada di sini hampir semuanya

tutup. Mereka tidak beroperasi, terus banyak karyawan yang di eh, pecat atau eh,

apa namanya, di PHK.

Terus saya termasuk salah satunya. Jadi

saya kena redudansi atau PHK pengurangan karyawan. Terus akhirnya saya sempat tidak

bekerja selama satu bulan setelah kondisi Covid lebih memba-- eh, membaik. Terus

ada beberapa teman yang, yang kebetulan sempat saya bekerja bareng di restoran

seafood di Manly

menawarkan saya untuk bantu restorannya. Jadi setelah Covid mulai reda, saya mulai

bekerja lagi di restoran, di restoran seafood, di restoran Prancis, terus di

restoran

macam-macam. Setelah itu pada tahun 2021 saya mendapatkan tawaran sebagai chef dan

partner dengan, dengan perusahaan di sini juga untuk membuka restoran di daerah

South Bank. Agustus, Juli terus kita membuka restoran di South Bank tahun 2021

dengan nama Ma Fa Mi, diambil dari cerita background aku sendiri yaitu mama, papa,

and me. Jadi

makanannya sendiri itu focusing ke childhood memory aku atau home cook.

Makanan-makanan yang biasa aku makan yang biasa orang tua dan kakek nenek masak buat

aku. Yang makanan-makanan yang punya cerita tersendiri buat aku. Tapi pada,

pada saat itu pada tahun 2021 karena saya masih berpikir saya masih agak sedikit

skeptikal untuk makanan Indonesia di sini. Karena faktanya di Brisbane sendiri,

restoran Indonesia belum terlalu ramai atau belum banyak gitu. Dan orang-orang di

sini pun masih belum tahu makanan Indonesia itu seperti apa. Nah, jadi pada

tahun 2021 itu saya membuat konsep fifty-fifty. Jadi fifty persen Indonesian

food, another fifty persen dikombine sama makanan Asia lainnya. Nah, tapi pada

faktanya setelah kita buka itu animonya bagus banget. Animonya

luar biasa, di luar ekspektasi kita. Banyak tamu, banyak tamu non Indonesia ya,

Australian. Banyak tamu yang mereka datang ke dapur, "Hai chef, orang

Indonesia ya?" "Iya." "Makanannya enak," dia bilang gitu kan. "Kenapa kok gak semua

Indonesia makanannya?" Oh iya, kira-kira begitu. Maksudnya banyak, banyak komen

dari tamu bahwa mereka suka makanan Indonesia. Sampai akhirnya pada tahun

2004 kemarin setelah tiga tahun di South Bank, akhirnya aku berpikir dari, dari

pengalaman aku buka Ma Fa Mi di South Bank, animo masyarakat tentang masakan

Indonesia itu sendiri kuat dan besar, terus kenapa aku nggak mikir kenapa aku

nggak buka restoran Indonesia seratus persen dengan tujuan memperkenalkan cita

rasa kita, cita rasa Indonesia ditambah kalau aku kan sama makanan Indonesia bisa

tinggal masak sendiri atau makan di restoran gitu. Jadi ya

sekarang sudah satu tahun berjalan, Warisan sudah satu tahun buka dari Oktober

-tahun lalu dan animonya luar biasa. -Oke ini kita membahas bisnis ini dulu

sebentar Chef karena kan kalau menjadi chef, menjadi koki, head chef ini kan beda

cerita dengan seorang yang menjalankan bisnis ya chef.

-Betul. Betul. -Gimana nih cara menyeimbangkan atau

ngaturnya atau

adil begitu dari sisi

yang bikin ide masakan sama dari sisi bisnis begitu?

Kebetulan saya punya tim yang luar biasa juga

terus saya dibantu ada sous chef, dia orang Myanar. Dia sudah bekerja sama

saya udah sekitar empat tahun sekarang. Jadi dia tahu resepnya saya, dia tahu

karakteristik atau gaya memasak saya seperti apa. Dan

kalau saya lagi nggak di dapur, saya percayakan sama dia untuk menjalankan

dapur tanpa harus ada saya-- tanpa harus ada kekhawatiran makanannya salah, gitu.

Terus di depan sendiri saya juga punya tim ada restaurant manager dia orang Itali

juga sudah

dengan kita sudah dari awal kita buka, jadi mereka tahu cara operasional seperti

apa, menjaga standar kualitas seperti apa, jadi gitu.

Lebih susah mana sebenarnya masak aja di dapur atau ngurus dari sisi bisnisnya atau

manajemennya gitu, Chef?

Kalau lebih susah sebenarnya lebih suka manajemen. Lebih susah di manajemen,

karena perbedaannya kalau masak kita mengatur makanan. Kita mengolah makanan

dari bahan mentah sampai bahan jadi sesuai selera kita. Nah, tapi kalau di manajemen

kita mengolah sumber daya manusia, SDM-nya itu sendiri. Dan kadang-kadang

namanya manusia kita beda pendapat, mereka punya ide lain yang seperti itu. Jadi

mungkin lebih menantang di manajemennya.

Dan apakah krumu sendiri lebih banyak orang latar belakang Indonesia atau enggak

-juga, Chef? -Sebenarnya sembilan puluh persen dari staf

-di Warisan itu non-Indonesian. -Nah, ini kan lebih satu hal yang lebih

-menantang lagi nih, Chef. Maksudnya- -Betul [tertawa].

Secara-- mereka mungkin tahu masakannya, tapi kan bukan yang tahu natively begitu,

-ya. Nah, ini gimana ceritanya, Chef? -Betul. Jadi sebelum, eh, sebelum kita

seleksi staf untuk bekerja untuk kita pilih sebagai salah satu staf di Warisan,

kita melakukan training minimal itu dua minggu. Jadi mereka harus tahu makanan ini

namanya apa, penyebutannya seperti apa, bahan-bahannya apa, dan karakteristik

-rasanya seperti apa. -Oke, dan dirasa kurang lebih satu tahun

berjalan ini akan menjadi project yang panjang umur ke depannya, begitu ya, Chef?

Amin, amin. Jadi sebenarnya status

co-founder itu saya pegang itu sebelum bulan September. Jadi sekarang, jadi

sekarang itu business partner saya

mengeluarkan diri sendiri. Jadi saya ambil seratus persen Warisan.

-Well, selamat Chef, luar biasa! [tertawa] -Thank you. Terima kasih.

Chef Alfie, terima kasih waktunya bersama SBS Indonesian, Chef.

Sama-sama, Tia. Terima kasih banyak.

END OF TRANSCRIPT

Share
Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand