Kelompok Pemuda di Papua Terinspirasi Gerakan Keadilan Iklim dari Vanuatu

Perkumpulan Panah Papua.jpeg

Anak-anak muda di Perkumpulan Panah Papua mengedukasi masyarakat dalam isu lingkungan melalui berbagai kegiatan. Credit: Supplied/Sulfianto Alias

Gerakan skala global yang dipelopori mahasiswa di negara Vanuatu telah menginspirasi anak-anak muda di Papua untuk lebih gigih menuntut hak mereka terkait keadilan iklim.


Papua adalah salah satu wilayah dengan kerusakan lingkungan yang sangat cepat dan parah, akibat ekspansi industri ekstraktif ke wilayah timur Indonesia.

Sulfianto Alias salah satu aktivis muda dari Perkumpulan Panah Papua, sebuah organisasi lingkungan yang berkantor di Manokwari, Papua Barat.

Alias mencatat, setidaknya dalam 5 tahun terakhir, perhatian anak-anak muda Papua terhadap isu lingkungan memang meningkat. Mereka intens mendiskusikan isu ini dalam berbagai kesempatan.

Organisasi lingkungan dimana Alias beraktivitas, memusatkan kegiatan salah satunya di kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Bagaimana anak muda memperoleh kesadaran dalam keadilan iklim, menurut dia cukup sederha, yaitu karena masalah yang mereka rasakan dan hadapi sehari-hari di lingkungan tempat tinggal.

Generasi muda ini meyakini, sda kesenjangan pengelolaan sumber daya alam yang saat ini hanya dikuasai segelintir orang. Sedangkan mereka yang ada di kampung dan di tanah sendiri, hanya menjadi penonton.

Karena kenyataan itulah, mereka mulai mempertanyakan, apa yang mereka peroleh dengan kerusakan lingkungan yang demikian masif itu.

Sulfianto Alias, aktivis Perkumpulan Panah Papua.jpeg
Sulfianto Alias, aktivis muda dari Perkumpulan Panah Papua di Teluk Bintuni, Papua Barat. Credit: Supplied/Sulfianto Alias

Di mata Alias, kesalahan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan, seperti mengobral ijin bagi industri tambang dan perkebunan, berperan memperkuat tekad generasi muda dalam membela hak-hak mereka terkait iklim.

Di Teluk Bintuni, lanjut Alias, setidakknya ada16 perusahaan penerima hak pengelolaan hutan yang saat ini aktif. Ini adalah jumlah terbesar di tanah Papua dalam hal obral pemberian ijin. Penebangan hutan yang masif di bagian hulu, menyebabkan tanah terbawa sungai-sungai yang mengalir hingga pesisir. Kawasan ini mengalami pendangkalan, bahkan membuat perahu-perahu nelayan tidak dapat lewat. Masyarakat kini mengalami hambatan akses yang sangat merugikan, jelas Alias.  

Otomatis situasi ini merugikan mereka dari sisi ekonomi. Generasi muda di kawasan ini tahu, bahwa kerusakan lingkungan menjadi pangkal dari situasi ini. Di kawasan pesisir misalnya, mereka kesulitan menangkap ikan sebagai salah satu sumber mata pencaharian. Teluk Bintuni dulu juga kaya dengan udang dan kepiting berukuran besar, tetapi sekarang semua menghilang atau setidaknya tinggal dalam ukuran-ukuran jauh lebih kecil.

Alias menyebut, dulu mudah menemukan udang berbobot satu kilogram perekor di kawasan itu, dan saat ini hal tersebut tidak mungkin.

Melihat situasi semacam inilah, generasi muda Teluk Bintuni kemudian bangkit menuntut hak mereka. Salah satunya adalah dengan meminta hak atas hutan adat. Generasi muda di daerah ini sangat aktif mengadvokasi masyarakat, melakukan mobilisasi, hingga perusahaan pemegang ijin pengelolaan hutan, mau menyerahkan kembali hak kelola kepada masyarakat adat.

Salah satu faktornya, kata Alias, adalah karena generasi muda yang lebih terdidik. Banyak dari mereka pulang ke Teluk Bintuni setelah menyelesaikan kuliah di berbagai kota di Indonesia. Kepulangan mereka membawa visi dan semangat baru, dan juga kesadaran tentang hak-hak untuk lingkungan yang layak ditinggali.  

Generasi muda inilah yang memperkuat komunitas di kampung.
Selain itu, generasi muda di Papua Barat ini juga diilhami oleh keberhasilan mahasiswa di Vanuatu yang berhasil membawa isu ini hingga ke panggung internasional di PBB. Vanuatu adalah salah satu negara di Pasifik yang menghadapi ancaman perubahan iklim, karena posisinya yang sangat rendah dari permukaan laut.

Salah satu faktor yang menghubungkan generasi muda Papua Barat dan Vanuatu adalah media sosial. Mereka bisa mengakses dengan mudah kabar perjuangan mahasiswa Vanuatu, terutama melalui pemimpin-pemimpin muda dari gerakan ini. Generasi muda Papua Barat terutama yang hidup di pesisir, seperti di Teluk Bintuni, merasa mendapat ancaman yang sama dari perubahan iklim. Jika iklim berubah, pesisir Papua Barat pun akan rusak. Demikian juga di Vanuatu.  

Capaian mahasiswa Vanuatu ini dijadikan cambuk penyemangat bagi generasi muda Papua Barat untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka yakin, jika iklim berubah secara dratis dan lingkungan rusak, mereka tidak akan memiliki apa-apa di masa datang.

Dengarkan podcast ini selengkapnya dan dengarkan laporan lainnya dari tanah air di sini.



Dengarkan SBS Indonesian setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore.
Ikuti kami di Facebook dan Instagram, serta jangan lewatkan podcast kami.

Share
Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand