Di zaman kaya Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (A.I) ini, ada yang merasa terancam karena khawatir A.I akan menggantikan mereka dalam berkarya, namun ada juga yang justru mencoba memanfaatkan A.I untuk bereksperimen, bahkan sebagai pengganti keberadaan mereka di ranah - ranah tertentu dalam hidup mereka, contohnya adalah seniman Rully Shabara.
Rully adalah musisi, ahli seni suara dan bagian dari duo musik eksperimental Senyawa yang sudah kerap wara wiri keliling dunia termasuk Australia.
Ia memang mampir ke Melbourne baru-baru ini untuk tampil di Darebin Arts Centre bersama beberapa seniman lokal.
Namun, yang berkolaborasi dengan seniman-seniman tersebut di panggung bukanlah dia sendiri melainkan bot atau program komputer interaktif ciptaannya, bernama Xhabarabot.
Secara teknis, sebenarnya, kehadiran Rully di panggung untuk berkolaborasi di masa depan bisa digantikan oleh Xhabarabot.

Rully Shabara and his Xhabarabot performing live
Menurut Rully, butuh waktu dua tahun baginya untuk membuat Xhabarabot. Dan hingga saat ini alat ini masih dalam proses pengembangan.
Joel Stern dari Universitas RMIT mengundang Rully untuk mengadakan workshop penggunaan Xhabarabot untuk umum.
“Saya rasa yang Rully lakukan dengan mesin suara ini terbilang baru. Memang, sejarah musik elektronik sudah lebih dari 100 tahun, tapi yang menarik di sini adalah cara Ia memasukkan pribadi dan estetika khas Rully dan juga berbagai musik tradisional Indonesia ke dalam program ini,” Jelas Joel.
Di saat banyak orang merasa terancam dengan kehadiran A.I, Rully justru menganggap A.I sebagai potensi berharga yang bisa menggantikan kehadirannya di beberapa ranah karir, sementara Rully sendiri bisa berfokus pada hal-hal yang baginya lebih penting saat ini, seperti keluarga.
Kristi Monfries, Direktur Liquid Architecture, yaitu organisasi kesenian yang mengundang Rully ke Melbourne kali ini, mengakui bahwa visi Rully terkait AI terbilang sungguh optimis.
“Dia itu, mesin ini digital, dia berupa semacam interface orang bisa gunakan untuk berkolaborasi. Jadi dia merespon apa yang kita mainkan. Mesin itu suaranya suaraku,” jelas Rully.
Seniman yang tampil bersama Rully dan bot nya kali ini adalah Jocelyn, Ale Hop, Brian Fuata dan Peggy Lee.
“Pertunjukan ini lebih kepada menampilkan berbagai pendekatan terhadap seni suara, baik dari segi percakapan dengan nenek moyang seperti yang dilakukan Brian Fuata, dan bagi yang sangat menguasai instrumen secara teknis, sedangkan teknik vokal Jocelyn cenderung lebih terdengar manis,” jelas Kristi.
Jocelyn adalah seniman asal Melbourne yang saat ini sedang mendalami sisi ke-Indonesiaannya.
Pengalaman bekerja dengan Rully maupun Xhabarabot kreasi Rully sangat menarik dan bahkan sangat mempengaruhi proses pembuatan albumnya, yang rencananya akan dirilis bulan mei 2024.
Menurut Jocelyn, Ia butuh waktu sekitar dua jam untuk mempelajari satu jenis program musik Xhabarabot. Program ini lebih mudah dipelajari dibandingkan program musik lain seperti Ableton, jelasnya.
Di situs yang sama dengan Xhabarabot, anda bahkan bisa berbincang-bincang dengan chatbot yang kepribadiannya menyerupai Rully.
Chatbot ini tentunya dapat menjawab pertanyaan teknis tentang penggunaan Xhabarabot, tetapi pada dasarnya juga bisa diajak mengobrol tentang apa saja.
Bahkan, Menurut Jocelyn, Ia sering diskusi atau curhat kepada chatbot tersebut saat Ia merasa kurang yakin dengan pilihan berkeseniannya.