Pulau Pari adalah salah satu dari sekitar 114 pulau kecil di Pulau Seribu, utara Jakarta, utara ibu kotanya Indonesia.
Pulau ini adalahsalah satu obyek wisata di Kepulauan Seribu yang ramai dengan beberapa biota laut yang sangat beragam jenis ikan dan penyu.
Namun Pulau Pari menghadapi berbagai permasalahan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang semakin memengaruhi keberlanjutannya.
Tekanan pariwisata, perubahan garis pantai, persoalan kepemilikan tanah, dan meningkatnya limbah menjadi ancaman nyata bagi kualitas hidup masyarakat lokal serta kelestarian ekosistem pulau. Kajian ini bertujuan mengungkap dinamika masalah tersebut, menganalisis faktor penyebabnya, serta mengevaluasi upaya mitigasi yang telah dilakukan.
Tubagus Saleh Ahmadi, selaku Kepala Perencanaan, Monitoring, Evaluasi dan Learning WALHI - Wahana Lingkungan Indonesia menjelaskan kepada SBS Worls News tantangan lingkungan hidup Pulau Pari yang sangat kompleks.

Tubagus Soleh Ahmadi, as Head of Planning, Monitoring, Evaluation and Learning at WALHI Credit: Tubagus Soleh Ahmadi
Warga Pulau Pari mengalami dampak langsung dari perubahan iklim, terutama kenaikan permukaan air laut (rob) yang lebih sering dan lebih parah, menyebabkan banjir yang merendam rumah dan infrastruktur.
Cuaca ekstrem yang tidak menentu juga mengurangi hasil tangkapan nelayan serta merusak budidaya perikanan dan rumput laut, yang merupakan mata pencaharian utama warga.
Warga Pualu Pari dan penduduk pulau2 kecil lainnya menyalahkan perusahaan besar seperti Holcim sebagai kontributor besar terhadap perubahan iklim yan gtelah menyebabkan tempat tinggal mereka terancam.
Holcim (di Indonesia dikenal sebagai PT Solusi Bangun Indonesia Tbk) adalah perusahaan multinasional berpusat di Swiss bergerak di bidang material bangunan, termasuk semen, beton, dan agregat. Perusahaan itu melakukan penambangan pasir laut di sekitar pulau2 kecil trersebut.
Menurut sebuah studi, perusahaan tersebut telah menghasilkan lebih dari 7 miliar ton CO2 sejak tahun 1950, yang menyumbang 0,42 persen dari seluruh emisi bahan bakar fosil global dan lebih dari dua kali lipat emisi Swiss sejak dimulainya revolusi industri.
Sekelompok warga Pulau Pari telah memutuskan untuk mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan Swiss, Holcim. Mereka menuntut "kompensasi atas kerusakan iklim yang mereka derita, kontribusi finansial untuk langkah-langkah perlindungan banjir, serta pengurangan cepat emisi CO2 Holcim".
Tubagus Saleh Ahmadi mengatakan bahwa ini merupakan gugatan yang pertama kalinya diluncurkan oleh warga indonesia dan ini dianggap sebagai gugatan yang penting menuntut keadilan berdasarkan dampak dari cuaca ekstrim akibat perubahan iklim.
Dengarkan SBS Indonesian setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore. Ikuti kami di Facebook dan Instagram, serta jangan lewatkan podcast kami.




