Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mulai menerapkan program wajib militer bagi remaja bermasalah di provinsi tersebut. Dalam pernyataannya di berbagai media di tanah air, Dedi mengatakan gaya hidup serta perilaku disiplin akan membantu para remaja bermasalah ini untuk mendapatkan kembali identitas diri sesuai tahap perkembangan dalam hidup mereka.
Hal ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan di masyarakat.
Ananda, seorang remaja asal Bandung, Jawa Barat, mengatakan wajib militer bukanlah cara yang tepat untuk mengatasi kenakalan remaja.
“Menurut saya, cara penanganan (dengan wajib militer) lebih ke penanganan gejala, bukan penanganan sebab utama. Siapa bilang kalo setelah mereka kembali dari barak militer mereka nggak akan relapse? Karena penyebab utamanya belum ditangani,” ujar Ananda.
Sementara Sutimah, seorang ibu asal Bekasi, Jawa Barat lebih memilih mengirim putra semata wayangnya ke sebuah pesantren di Kediri, Jawa Timur yang menerapkan pendidikan semi militer.

Ahmad Baasith Ar Raafi was sent to an Islamic boarding school which implements semi-military education. Credit: Supplied/Sutimah
Psikolog anak dan remaja dari Smart Talent Psychology Art Center, Jakarta, Lucy Lidiawati Santioso, S.Psi., M.H., Psikolog yang akrab disapa dengan Bunda Lucy mengaku prihatin dengan program yang diterapkan Gubernur Jawa Barat tersebut.

Psichologist Lucy Lidiawati Santioso, S.Psi., M.H. Credit: Supplied/Lucy Santioso
“Buat saya, kamp militer ini sebenarnya trauma-informed care tapi berbasis trauma dan kekerasan. (Cara ini) menekankan kepatuhan tanpa ruang dialog.”
Bagaimana sebenarnya penanganan yang tepat untuk para remaja bermasalah?
Dengarkan podcast ini selengkapnya.