
The ocean is so beautiful, yet so much of it is damaged… I think I need to learn more about the sea.Agustinus Satrio Supoyo, Master’s degree student in Marine Biology at James Cook University

Agustinus Satrio Supoyo during a coral-restoration activity in Papua’s waters. Credit: Supplied/Agustinus Satrio Supoyo

The ocean is so beautiful, yet so much of it is damaged… I think I need to learn more about the sea.Agustinus Satrio Supoyo, Master’s degree student in Marine Biology at James Cook University
Marine Biology atau Ilmu Biologi Kelautan masih relatif jarang diminati oleh mahasiswa Indonesia. Namun, ada Agustinus Satrio Supoyo yang akrab disapa Tio, mahasiswa asal Papua yang tengah menempuh S2 Biologi Kelautan di James Cook University di Townsville, Queensland. Saya berbincang dengan Tio yang menjelaskan apa itu ilmu biologi kelautan dan mengapa bidang ini sangat penting.
Perkenalkan nama saya Agustinus Satrio Supoyo, saya sering dipanggil Tio, simple. [tertawa] Eh... Aku asalnya dari Papua, besar Jayapura tapi originally dari Jawa. Saat ini menempuh studi di James Cook University dengan jurusan Marine Biology. Bisa dibilang jurusan Marine Biology ini menurutku ya di Indonesia belum terlalu banyak anak-anak Indonesia yang belajar Marine Biology di Australia.
Mungkin pertamanya kita mau tahu dulu nih yang menginspirasi Anda menjadi marine biologist atau ahli biologi laut ini, ini apa ya? Apa dari kecil memang suka laut atau bagaimana?
Pada dasarnya orang tua saya tuh scuba diver. Bapak saya tuh instructor diver. Jadi, instructor diving. Jadi orang tua saya tuh yang mengencoraj saya untuk terjun ke laut pertama kali. Jadi kayak pertama berenang dulu. Pertama berenang, wih, terus lama-lama kok enak nih. Habis itu papa ajarin diving. Jadi kayak orang tua yang membuat saya jatuh. Tapi itu membuat saya jadi makin penasaran tentang laut itu sendiri. Karena ketika saya diving, ketika saya menyelam, saya itu kayak waktu itu seindah ini terus kok banyak yang hancur. Itu yang membuat diri saya jadi berpikir sepertinya saya butuh mempelajari lebih lanjut tentang laut, karena apa? Karena kalau laut sendiri dihancurkan bagaimana generasi-generasi mendatang nantinya. Lagi dulu saya terinspirasi juga sama Finding Nemo waktu kecil. Jadi ketika nonton Finding Nemo tuh sungguh menarik, apalagi melihat terumbu karangnya, ikan nemonya, terus ikan-ikan yang ada di kolam itu. Nah, dari situ yang membuat saya inspirasi harus saya harus belajar di Australia. Saya harus study Marine Biology, itu. Dan juga ada satu case dimana ketika saya menyelam, banyak banget sampah dan saya merasa prihatin. Ah, itu yang membuat saya sedih sekali. Makanya kalau masalah kayak gini kalau nggak bisa diatasi di Papua terutama di area saya di Papua ya. Papua itu terkenal dengan sumber daya alamnya, untuk membuat orang jadi peka terhadap lingkungan itu masih sedikit. Makanya saya terinspirasi untuk belajar Marine Biology.
Apakah orang tua yang mendorong juga untuk masuk ke bidang ini?
Pada awalnya kan Tio waktu masih SD, SMP, SMA itu orang tua pengen Tio jadi atlet. Pertama, karena orang tua juga pelatih, toh. Terus Papa latih saya dari kecil sampai akhirnya ikut PON. Kakak pernah dengar PON nggak?
Iya.
Pekan Olahraga Nasional. Nah, aku pernah ter-terlibat di sana dua kali, dua ribu enam belas sama dua ribu dua puluh. Tapi nggak, nggak juara [tertawa]. Tapi nggak papa, lah. Itu pengalaman besar saya. Setelah itu kayak, Papa lihat, sepertinya Tio ini lebih cocok kayaknya belajar [tertawa], jangan jadi atlet. Ya udah. Oke. Sebenarnya juga background saya nih, S1 saya ilmu kelautan juga, sebenarnya. Jadi kayak itu sama-sama sejalan. Itu yang membuat saya kepengen ngambil S2 gitu.
Sebenarnya belajar tentang kelautan ini apa sih yang dipelajari gitu? Jadi pendengar paham, begitu. Bagaimana berkaitan dengan concern Tio ya, mengenai sampah?
Oke. Apa yang aku pelajari selama di James Cook University itu sungguh-sungguh luar biasa. Pertama, kita belajar mengenai coral reef. Mempelajari tentang ekosistemnya, mempelajari tentang bagaimana dia hidup, bagaimana dia tumbuh, bagaimana dia berkembang biak. Itu sungguh menarik karena terumbu karang merupakan salah satu tempat di mana ikan itu tinggal. Yang kedua kita belajar tentang konservasi biologi. Di mana kasus-kasus yang terjadi beberapa negara. Nah, dari situlah yang buat saya dapatkan gambaran bahwa ohhh ternyata kasus ini nggak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi kasusnya terjadi di beberapa negara lain. Dan juga ada pelajaran seperti geodatabase, kayak kita melihat mapping. Kita kayak dipelajari bagaimana perubahan garis laut itu berubah setiap tahunnya. Yang berikutnya kita belajar tentang marine mammals. Oh, marine mammals itu sangat menarik karena kita belajar mengenai bagaimana kayak lumba-lumba, bagaimana itu paus bermigrasi, bagaimana mereka berkembang biak. Korall, kalau kita pengen gimana lika-liku hidupnya, kita bisa restore dia kembali, kak. Kalau di darat ada namanya reboisasi kan? Itu namanya penanaman hutan yang gundul. Nah, kalau di laut ada namanya restorasi korall, kak. Jadi kayak ilmu itu kita pakai untuk mengembalikan korall yang sudah mati di agak aktivitas fishing glass ataupun mungkin akibat dari bleaching event yang terjadi. Setidaknya dari ilmu yang saya dapat, saya tahu ohhh ternyata gini nih caranya untuk memperbaiki siklus sistem yang rusak.
Kan, tadi Tio juga bilang dari keluarga bisnis scuba diving, begitu ya?
Benar, kak.
Dan ini tuh kan ada juga nih penelitian yang bilang bahwa aktivitas diving rekreasi bisa merusak ekosistem laut begitu, ya. Nah, sebagai seorang yang belajar dan adalah marine biology, bagaimana Anda melihat isu ini? Atau mungkin ada nasihat-nasihat atau cara untuk supaya menyelam tapi tetap sustainable, begitu.
Sebenarnya kalau bicara soal diving, memang ada riset mengatakan seperti itu. Tapi itu tergantung dari penyelamnya. Kenapa? Ketika pemula--[berdeham] Itu langsung dibawa ke tempat yang indahhh, ke tempat yang ibaratnya lautnya itu indah banget, ya. Itu sangat-sangat dikhawatirkan. Jadi kayak bawa open water student itu ke tempat yang ibaratnya berpasir dulu, karena banyak penyelam di Indonesia, contohnya. Mereka baru
belajar tapi mereka mau langsung ke tempat yang indah. Betul, itu membuat rasa ingin tahu tinggi, tetapi kembali ke skill. Ketika penyelam masih baru, pijakan
[berdeham]
mejanya itu bisa you know, menginjak coral-coral yang hidup seperti Acropora, salah satu spesies yang sangat rentan--tumbuhnya cepat, tapi gampang sekali hancur. Nah, itulah mengapa yang membuat seperti studi yang dibilang kakak bahwa penyelam itu dapat merusak ekosistem laut. Ya, karena itu pemula, pemula yang baru belajar langsung ditempatkan tempat yang ibaratnya kok ekosistem coralnya, ekosistem lautnya itu benar-benar bagus. Jadi jangan dulu -- sebaiknya
[berdeham]
kayak bawa open water itu ke tempat yang langsung bagus, tapi kayak berpasir dulu step by step sampai buoyancy-nya bagus. Nah itu baru, jadi kayak...
Oh, jadi ini di teknik ya, di tekniknya itu penting ya?
Betul... tekniknya, lebih ja-- lebih penting itu tekniknya sih, Kak. Kalau tekniknya kita bisa menyelam itu safety dan malah nggak merusak coral, terus kita make awareness kepada, ee, penyelam-penyelam baru, jangan pernah menyentuh karang. Jadi kayak, supaya mengurangi dampak itu. Karena kalau kita izinkan terus penyelam menyentuh sekarang lama-kelamaan mereka jadi keasikan dan kita tuh gak tau kan mereka bisa mata hitam atau mereka sangat resah kaki, seperti itu kak.
Berarti menurut Anda apakah lebih baik kalau pemerintah, ya pemerintah Indonesia, ya pemerintah Australia, pemerintah mana saja ya dan diving operator itu lebih apa ya ibaratnya lebih tegas begitu ya kepada para penyelam. Oh, ini eee, Anda sebaiknya menyelamnya di daerah sini saja, tidak bisa, jadi jangan-
Betul, Kak. Jadi kayak sebaiknya kayak para diver operator itu tahu tempat mana yang cocok buat open water untuk menyelam, kayak menentukan lokasi yang memang cocok untuk open water first dan berikut-berikutnya mereka bisa menyelam ke area yang lebih bagus lagi. Jadi kayak aku lihat di Australia ini kan, di Townsville contohnya, open water di sini mereka belajarnya-- semua belajar semua dari kolam. Nah, setelah di kolam, mereka ke Maggie Allen. Kan, Maggie Allen itu bukan, main
area. Ibaratnya, coral-coral di situ udah banyak yang mati dan area, area, area tersebut itu kayak dari inshore reef-nya itu berpasir dulu, berpasir terus ada terumbu karangnya. Ya, ibaratnya mereka memilih area yang tidak terlalu bagus loh. Nah, setelah mereka sudah tiga kali pertemuan, empat kali pertemuan, mereka buat trip lagi ke outer reef di Great Barrier Reef. Nah, itu untuk ibaratnya memastikan mereka skill mereka udah bagus dulu nih, baru bawa ke outer reef, seperti itu. Nah, penerapan itu, itu yang sangat bagus yang kulihat di Australia.
Itu mesti juga ya diterapkan di Indonesia, ya?
Ya, benar. Banyak-- eee, beberapa tempat sudah menerapkan ini. Tapi kembali lagi [tertawa] lagi
[tertawa] ya.
ke operatornya.
Iya.
Kalau aku sendiri, aku ngajar, aku bawa ke tempat yang-- Aku sebagai dive instructor, aku gak mau muridku kayak ngerusakin karang. Jadi, kayak aku habis dari pool, ya udah kita ke tempat yang berpasir dulu, tes buoyancy-nya dulu, tes skill-nya semuanya, semua yang dipelajari di kolam. Ketika semuanya sudah dapat, pertemuan tiga, empat, baru ke tempat yang baru.
Dan ini penasaran juga, nih, Anda melakukan field work juga nggak sih di Australia? Seperti misalnya mungkin menyelam ke Great Barrier Reef atau bagaimana, nih?
Aku udah empat kali field trip di Great Barrier [tertawa]. Udah empat kali, jadi aku mengunjungi namanya Orpheus Island. Oh, sungguh tempat yang sangat bagus, terutama untuk marine biology ya. Field trip ke sana itu memang luar biasa, ibaratnya kita benar-benar dapat hands on experience. Kenapa? Kita belajar teknik sampling, bagaimana cara mengukur distribusi koral, bagaimana melihat benthic species di sana, bagaimana kalau melakukan survei terhadap ikan karang. Dan semua itu sangat-sangat membantu buat para marine biology ke depannya, terutama bagi mereka yang ingin research terhadap ikan karam ataupun terumbu karang ataupun hal-hal lainnya. Dan itu merupakan salah satu research center untuk marine biology terbaik di Australia saat ini.
Bagus sekali dan tadi kan, Tio di awal sempat menyebut bahwa di Indo-- perairan Indonesia banyak sekali sampahnya, begitu ya. Dan kalau melihat dari yang di Australi mungkin berbeda, begitu ya. Tidak sebanyak itu sampahnya.
Benar, Kak. Itu kayak [tertawa] sangat beda, Kak. Kayak up and down, Kak, bedanya, Kak.
Naah, ini apa nih yang bisa diambil dari, dari di Australia yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia, perairan Indonesia, begitu?
[menghela nafas] Ini kembali lagi, Kak. Kembali ke awareness, Kak. Kalau pemerintah, bukan saja pemerintah, tapi kalau kita udah bisa membuat orang punya awareness terhadap terumbu, terhadap laut, hal itu pasti mudah, Kak. Tapi masalahnya management manusianya, Kak, itu yang tersulit sebenarnya, Kak. Government turut terlibat, tapi kembali lagi kita harus bentuk awareness-nya. Jadi kayak kita harus banyak lakukan workshop pada masyarakat lokal terus kayak bagaimana sih memberikan cara lain. Contohnya kalau kita menutup lahan pencarian, lahan pencarian mereka. Jadi, kita harus memberikan mereka solusi juga, contohnya kita membuat marine protected area di area yang biasa fishing. Kita harus cari salah, kayak mungkin kita ajari mereka bagaimana membuat keramba atau mungkin memberikan saran mengenai alat tangkap yang lebih efektif dan lebih aman terhadap ekosistem, seperti kayak gitu, Kak.
Hm.
Karena yang terpenting itu manusianya dulu, Kak.
[tertawa] Ya, dan setelah lulus nanti nih, apa rencana Anda?
Kalau bisa dikasih kesempatan untuk internship tambahan selama dua tahun di Australia, mungkin aku akan tinggal di sini selama dua tahun untuk gain, gain more experience, karena apa? Pengalaman ketika kuliah dengan pengalaman di lapangan itu sangat berbeda. Jadi aku ingin benar-benar dapat pengalaman, pengalaman di lapangannya dulu. Terus dari pengalaman lapangan itu, aku bisa bawa ke Indonesia nanti. Yang mana aku mau berkontribusi di pemerintahan mungkin aku mungkin balik
yang dimana aku mau berkontribusi di pemerintahan mungkin, aku mungkin balik
ke Indonesia berkontribusi di pemerintahan ataupun menjadi seorang dosen yang mana tugas aku kepengen ngajar orang-orang.
Dan tadi Tio sempat sebut juga nih, Tio kan sempat menjadi atlet yang membawa Papua ke PON ya. Mau dilanjutkan nggak nih?
Waduh kak, berat, Kak [tertawa].
Cukup waktu masih muda ya?
Aku udah nggak muda lagi, Kak [tertawa].
Baik. Daripada jadi atlet aku lebih pilih jadi pelatih sekarang Kak [tertawa] dan Indonesia ini kan negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ya dan menurut Anda apakah kita sebenarnya membutuhkan lebih banyak marine biologists? Oh pastinya bener, penting sekali. Di Indonesia penting banget punya banyak marine biologists. Kenapa? Semua pulau terpisah oleh laut. Nah, kalau kita punya banyak marine biologists pastinya laut-laut kita pasti akan lebih aman untuk lebih sehat di-- dan lebih terjaga dari banyaknya masalah-masalah kelautan. Dan pastinya itu akan membantu untuk riset-riset kedepannya. Untuk bagaimana sih penanganan-penanganan untuk mengatasi isu-isu laut terutama terumbu karang, terutama mammals yang ada di Indonesia, big animals like manta ray atau paus ataupun yang lainnya. Dan mengingat sangat sedikitnya orang Indonesia yang belajar ahli biologi kelautan ini ya. Bagaimana nih cara meyakinkan atau mengajak begitu anak muda Indonesia untuk tertarik dalam mendalami bidang ini?
Yang pertama buat mereka cinta laut dulu, Kak. Buat mereka punya awareness terhadap laut dulu. Ya kayak buat aktivitas seperti beach cleaning terus setelah dari beach cleaning itu kan pasti mereka punya awareness. Oh, ternyata sampah di laut ini banyak juga ya. Terutama kalau mereka lihat ada animals yang nggak sengaja terikat di sampah-sampah atau tali tali, gara-gara sampah yang berserakan di laut. Nah, itu nanti akan membuat mereka jadi konsen terhadap hal-hal tersebut. Berikutnya buat mereka mau belajar scuba diving. Kenapa? Setelah mereka belajar scuba diving, mereka punya awareness tinggi terhadap laut. Oh, laut seindah ini masa harus hancurin sih. Yang ketiga buat mereka tuh banyak nonton film kelautan tentang ekosistem laut, tentang isu-isu kelautan, gimana itu pasti akan membuat mereka punya awareness yang tinggi dan juga mungkin kayak harus banyak sih kayak terutama kayak sosialisasi ke sekolah-sekolah bagi mereka yang cinta terhadap laut, segala macam. Seperti itu, Kak.
Dan sepertinya kan Tio hidup akrab dengan laut nih bahkan sekarang tinggal di Townsville di Queensland dimana itu di dekat laut ya?
Bener, Kak.
Bisa nggak kira-kira nih Tio membayangkan kalau suatu saat hidup jauh dari laut itu gimana rasanya?
Nggak bisa hidup saya, Kak. Itu pilihan yang berat kalau saya disuruh pilih hidup di kota. Aku mau, aku tuh orangnya kota tapi aku orangnya juga laut-laut banget jadi kayak harus ada half-halfnya gitu. Kalau saya taruh di kota kayak dua tiga tahun tidak bisa bertahan hidup saya, Kak. Karena passion saya udah di laut, Kak.
Baik. Pendengar itu tadi perbincangan kami. Tio, terima kasih dan sukses ya untuk study-nya dan untuk menyebarkan awareness atas perairan kita.