Di zaman yang kaya akan keterhubungan ini, seringkali kita selain menjadi warga negara atau warga lingkungan tempat tinggal, kita juga menjadi ‘warga’ internet. Di dunia maya, kita bisa bersenang-senang, mencari pengetahuan, tetapi juga bisa melakukan kegiatan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Maka, wajar bukan, apabila dalam dunia media sosial diterapkan aturan-aturan dan ganjaran untuk hal-hal tertentu, seperti penipuan, hasutan atau pornografi? Pertanyaan selanjutnya, yang membuat aturan itu sebaiknya siapa? Negara atau perusahaan pemilik media sosial, seperti TikTok atau Meta? Lalu, kalau kita tidak setuju dengan aturan tersebut, bagaimana?
SBS Indonesian berbincang dengan Dr. Ika Idris, peneliti bidang media sosial dan kebijakan publik yang saat ini bekerja di Monash University, dan Dr. Eka Nugraha Putra, peneliti di Centre for Trusted Internet and Community atau Pusat Internet dan Komunitas Terpercaya di National University Of Singapore, tentang dinamika aturan-aturan yang menyangkut dunia maya, mulai dari pembatasan konten, penghapusan akun, hingga pembatasan fitur, seperti fitur ‘live’ di aplikasi TikTok di Indonesia saat aksi protes di beberapa lokasi bulan Agustus 2025 lalu.
Dengarkan podcast ini selengkapnya.



