Bagi Anda yang tidak asing dengan dunia investasi, istilah co-investing - investasi yang dilakukan bersama dengan orang lain - mungkin sudah menjadi hal yang tidak baru lagi. Apakah cara ini umum dilakukan di Australia? Hal-hal apa saja yang perlu menjadi perhatian kita?
SBS Indonesian bertanya pada David Sutantyo, finance broker dan Managing Director dari Twelve Grains Capital yang berbasis di Sydney, terkait hal tersebut. Berikut ini cuplikan wawancaranya.
Apakah investasi bersama ini umum dilakukan di Australia?
Mr Sutantyo: "Iya. Rasanya 6 dari 10 aplikasi yg kita terima, beli propertinya pasti bareng sama orang lain. Dulu kebanyakan beli properti bareng itu sama pasangan atau keluarga, karena memang untuk ditinggalin sekeluarga. Tapi belakangan ini, karena harga properti melambung dan banyak yang takut ketinggalan, kita jadi lebih sering juga melihat client-client yang beli bareng teman-temannya."
Kenapa orang memilih untuk membeli properti investasi bersama orang lain?
Mr Sutantyo: "Jadi sharing the load ceritanya. Semua jadi ditanggung bersama; uang muka dikumpulin bareng, stamp duty, dan untuk mempermudah dapat pinjaman, tergantung yah. Dari segi pendapatan, semakin banyak pendapatan, semakin banyak juga yang bisa dipinjam. Tapi kalau teman-teman yang diajakin pinjam bareng punya bad credit history, ini bisa berdampak pada ajuan pinjamannya juga. Jadi dianjurkan untuk konsultasi dulu sama broker biar semua sama-sama nyaman."
Bagaimana pembagian pembayaran cicilannya?
Mr Sutantyo: "Tergantung apa persetujuannya. Mungkin ada 3 orang mau beli bareng bisa bagi rata sepertiga semuanya. Mungkin mau beli berdua tapi di split 70:30. Apa pun dan bagaimana pun persetujuannya, baiknya di diskusikan sama pengacara masing-masing dulu, apa kewajiban dan konsekuensi untuk masing-masing. Ini penting banget. Banyak yang mikir karena keluarga atau teman baik, semua bisa diomongin. Tapi kenyataannya kalau sudah bersangkutan dengan uang, nggak ada yang namanya teman atau saudara."
Kalau disewakan, bagaimana penghitungan pemasukannya? Apakah semuanya langsung masuk untuk bayar cicilan?
Mr Sutantyo: "Nggak selalu. Tergantung propertinya juga, ada properti yang namanya positively geared dan ada yang namanya negatively geared. Positive gearing itu dimana uang sewanya sudah menutupi cicilan dan biaya-biaya lainnya, seperti council, land tax, property manager dan lain-lain. Negative gearing itu sebaliknya, dan biasa negative gearing itu untuk investor-investor yang mau meminimalisir pajak pendapatan yg dibayar. Nah kalau untuk positively geared properties, dianjurkan uang sewa yg masuk dipakai untuk bayar dulu semua pengeluarannya; cicilan, council rates, dan lain lain, sebelum sisanya dibagi-bagi mungkin per bulan atau per tiga bulan, atau bahkan per tahun."
Bagaimana kalau di tengah jalan berubah pikiran, tidak mau lagi meneruskan kerjasamanya?
Mr Sutantyo: "Ini juga pentingnya punya pengacara yang mengurusi dari awal, jadi dalam surat persetujuan, ini juga harus dibicarakan dari awal. Kita bisa lihat beberapa opsi, tapi yang jelas ini butuh pengacara. Yang paling umum contohnya pihak A membeli share pihak B, jadi cicilan yang masih bersisa musti di-refinance, dengan catatan pihak A mampu melanjutkan cicilannya sendiri. Butuh pengacara di sini untuk mengurusi legalnya dengan pemerintah dan kantor pajak. Contoh yang kedua, yang lebih praktis, itu propertinya dijual dan keuntungannya dibagi sesuai dengan persentase share."
Secara garis besar, investasi bersama ini sebenarnya lebih menguntungkan atau merugikan?
Mr Sutantyo: "Layaknya segala hal, semua ada pro dan kontranya, ada keuntungan dan ada kerugiannya juga. Keuntungannya misalnya, bisa nabung deposit lebih cepet, bisa dapat pinjaman lebih banyak kalau pendapatannya digabung, dan semua biaya-biaya pengeluarannya ditanggung bersama. Kerugiannya yah biaya pengacara sebagai penasihat akan mahal, tapi ini bener-bener butuh banget. Kerugian yang lain, uang sewanya musti dibagi-bagi, jadi dapatnya lebih sedikit, belum lagi nanti ada cek-cok, terus terkadang susah untuk memperlakukan partnership ini seperti bisnis, terus kalau nanti satu pihak telat bayar cicilan misalnya, credit score yang lain juga kena semua. Jadi baiknya dipikirkan matang-matang dulu, ngomong sama broker, accountant dan lawyer, biar jelas dan pasti bagaimana ke depannya."
Untuk wawancara selengkapnya, dengarkan podcast SBS Indonesian.