Laporan resmi pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyebut bahwa hingga 5 Oktober 2025, tercatat 11.660 kasus dugaan keracunan akibat program MBG di Indonesia, yang tersebar di 119 kejadian di 25 provinsi.
Ubaid Matraji, koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia menilai bahwa program MBG tidak layak dilaksanakan. Alasannya adalah karena anggarannya sangat besar tetapi tidak memiliki dasar hukum dan aturan pengelolaan.
Di lapangan, hal ini memang menjadi persoalan. Banyak beredar di media sosial, bagaimana kotornya kondisi dapur pembuat MBG, nampan makan dicuci dengan air kotor yang tidak steril, ditemukan ulat di menu makanan, hingga makanan yang busuk ketika sampai di meja anak-anak sekolah.

Students receives treatment after suffering from food poisoning at Cisarua Junior High School in Bandung, West Java, Indonesia on October 15, 2025. Based on data from the Field Coordinator of the Cisarua Middle School Post, Aep Kunaefi, as of 14:22 WIB, there were 449 victims suspected of being poisoned by the government's free nutritious meal program. Source: SIPA USA / Dimas Rachmatsyah/Sipa USA/AAP Image
Semestinya, anggaran pendidikan dipakai untuk membangun sektor pendidikan itu sendiri, dan bulan dialihkan untuk biaya makan siang siswa. Anggaran pendidikan besar itu dibutuhkan untuk mengurangi angka anak yang belum bisa sekolah atau putus sekolah, dimana di Indonesia jumlahnya mencapa 4,2 juta. Jutaan guru yang membutuhkan peningkatan kualitas melalui pelatihan. Sementara banyak juga guru honorer yang hanya digaji Rp200 ribu hingga Rp300 ribu perbulan, lanjut Ubaid.
Ubaid bahkan menyebut MBG adalah program yang melabrak konstitusi atau undang-undang dasar. Alasannya, anggaran yang begitu besar itu dibelanjakan tanpa dasar hukum. Padahal setiap bidang di Indonesia diatur melalui undang-undang, misalnya pendidikan yang dikelola melalui UU Sistem Pendidikan Nasional, guru sebagai pengajar juga memiliki perundang-undangan sendiri. Dia menilai, situasi ini bisa berjalan karena MBG merupakan perintah langsung presiden dan DPR yang seharusnya mengawasi penyelenggaraan program-program pemerintah, hanya diisi oleh kekuatan koalisi presiden sendiri.

Ubaid Matraji, National Coordinator of the Indonesian Education Monitoring Network (JPPI). Credit: Supplied/Ubaid Matraji
MBG sendiri pada prinsipnya program yang mulia. Negara memberikan makan siang bergizi bagi siswa-siswa sekolah, di mana Indonesia memang masih memiliki persoalan dengan hal ini. Tetapi semua seharusnya dilaksanakan dengan dasar data yang tepat. Ubaid memberi contoh, pemerintah harus melaksanakan MBG utamanya di daerah di mana siswa-siswa berasal dari keluarga sangat miskin yang benar-benar kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan.
Sayangnya karena tanpa data yang jelas, banyak sekolah di Jakarta yang siswanya berasal dari keluarga mampu justru telah menerima MBG. Sebaliknya, ribuan siswa dari daerah-daerah terpencil di Indonesia belum bisa menikmatinya.
Belum ada data pasti mengenai berapa jumlah siswa yang sudah menerima makan siang gratis di sekolah. Data Badan Gizi Nasional menyebut, pada Agustus setidaknya sudah ada 15 juta siswa penerima.
Melihat begitu banyak persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan MBG, Ubaid menekankan bahwa seharusnya program ini dihentikan terlebih dahulu secara nasional. Namun, langkah itu sepenuhnya tergantung pada presiden Prabowo. Jika dia melihat fakta kasus keracunan yang terus terjadi sepanjang waktu, seharusnya dia berani mengambil langkah penghentian itu untuk melakukan evaluasi menyeluruh.

Protesters hold placards reading ‘Stop the free nutritious meal program (MBG)’ during a protest against the government's free meals program outside the National Nutrition Agency building in Jakarta, Indonesia, 15 October 2025. Dozens of protesters staged a rally demanding the government stop the nutritious meals program following thousands of food poisoning cases linked to school lunches. Source: EPA / MAST IRHAM/EPA/AAP Image
Tidak ada opsi lain, karena presiden tidak layak untuk bermain-main dengan nyawa anak. Keselamatan anak adalah nomor satu, lanjut Ubaid.
MBG, lanjut Ubaid, sebenarnya adalah program mulia, namun saat ini menjadi problematik karena dikooptasi oleh politisi dan orang-orang yang tidak berkompeten di dalamnya. Polisi dan TNI juga mengoperasikan dapur MBG. Hal ini saja sudah menjadi persoalan, karena ketika terjadi pelanggaran hukum di fasilitas-fasilitas mereka, sulit untuk berharap bahwa akan ada upaya penegakan hukum.
Jika tidak ditangani dengan baik, Indonesia berpotensi kehilangan dana Rp300 triliun lebih tahun depan, dan menguap hanya untuk makan siang yang penuh persoalan. Sementara sektor pendidikan sendiri justru kehilangan anggaran, karena dananya dipakai untuk mendukung program tersebut.