'Not just cultural promotion but youth development': Behind Muhibah Angklung's performance around the world

Maulana_edit.jpg

Maulana M. Syuhada (front, right) at an event held by Indonesian Community Council di Sydney in 2025. He aspires for personal growth of the members of Muhibah Angklung group. Credit: SBS Indonesian

The Bandung's group Muhibah Angklung is on their mission of performing around the world. This is their story.


During his Master studies in Germany, Maulana M. Syuhada was involved in an Indonesian community group that performed in an international cultural event. At that evening, he played angklung.

“It was the first time that I was given standing applause by the audience, for a lifetime... I can still feel it until now,” he told SBS Indonesian, adding that the audience's reception abroad was amazing to the angklung performance.

From there, Syuhada had an aspiration that young people should experience something similar to what he felt through their involvement in the Muhibah Angklung group he founded.
The lecturer in Industrial Engineering at Bandung's Pasundan University said that although the group's journey was not easy, especially from the funding side, he felt a special joy when he saw the members develop personally through angklung.

“The ones who were shy, quiet, didn't have any public speaking [skills], have no organisational skills, or even kids who had just finished high school and wanted to work straightaway, or who didn't have a history of college degree in their family... They then see the world,” Syuhada said.
Eventually [Muhibah Angklung's members] could be a “game changer” for their family.
Maulana Syuhada, Founder of Muhibah Angklung
Speaking to SBS Indonesian, Syuhada told on the group's struggle and mission to be able to travel around the world, including about their performances in Australia this year.

Listen to the full interview.

Listen to SBS Indonesian on Mondays, Wednesdays, Fridays and Sundays at 3pm.
Follow us on Facebook and Instagram, and don't miss our podcasts.

Ini kan

-kalau melihat backgroundnya bukan kesenian, begitu -ya? -Betul, background saya teknik industri. -Kenapa kemudian

-menjadi pendiri grup Muhibah ini? Apa ceritanya? S -ingkat, boleh. -Ceritanya dulu saya pernah

S2 di Jerman. Kemudian waktu itu ada International Evening, terus student

harus perform dari negaranya. Waktu itu saya belum pernah main angklung sama sekali. Terus kemudian kita

bawain apa ya di Indonesia yang gampang gitu karena enggak ada yang bisa nari, enggak ada yang bisa music gitu. Akhirnya udah kita main

angklung aja. Nah itu untuk pertama kalinya saya main angklung

di luar negeri dan waktu itu sambutannya luar biasa gitu. Jadi waktu itu mungkin untuk pertama kalinya saya

diberikan standing applause sama penonton itu seumur hidup. Ya akhirnya itu terasa sampai sekarang, gitu.

-Sehingga dari situ kemudian tergerak untuk -membentuk kelompok ini? Bagaimana tuh? -Iya, jadi saya

merasakan, ee, pertama mungkin belum pernah ya diapresiasi oleh begitu banyak penonton. Ee, kemudian

juga-- kita juga menjalani latihannya menyenangkan. Jadi menyenangkan buat kita, menyenangkan buat penonton. Dan mungkin untuk pertama

kalinya saya bisa bilang I

-did something for my country, gitu. Walaupun -sedikit tapi kita bisa promosiin Indonesia, -begitu. -Kemudian akhirnya

-membentuklah kelompok ini yang terdengar cukup -besar sebenarnya anggotanya. Gimana tuh? -Ya jadi waktu itu,

ee, saya sempat, ee, melakukan istilahnya namanya journey misi budaya. Saya waktu itu sempat

membantu teman-teman tim angklung dari Bandung, ee, Keluarga Paduan Angklung SMA 3. Saya ke

beberapa festival di sana dan saya banyak belajar dan saya inspire gitu. Oh,

ternyata ini banyak merubah bukan cuma kita promosi Indonesia tapi juga youth development

gitu. Jadi temen-temen itu banyak, ee, mendapatkan pelajaran pengalaman berharga yang kalau mereka mungkin

tidak pernah promosikan angklung ke luar negeri, mungkin mere-- mereka tidak akan berkembang seperti sekarang ini, begitu.

-Berarti bisa dibilangkah secara spesifik memang -tujuannya adalah untuk promosi luar negeri? -Eh, betul,

jadi saya ngeliat, ee...

perjalanan luar negeri itu punya dampak yang besar ya bagi anak-anak muda. Makanya saya selalu berusaha kalau saya

diminta advice untuk anak muda, harus pergi keluar, harus ngeliat dunia. Dan itu banyak sekali anak-anak yang

berubah. Jadi sebetulnya selain tadi promosi budaya Indonesia, promosi kultur Indonesia, tapi juga itu self

development buat mereka. Membuka wawasan cakrawala sehingga mereka kembali ke Indonesia jadi

seseorang yang baru, yang lebih luas wawasannya, lebih kaya, lebih punya cita-cita, banyak inspirasi yang

-bisa dibagi ke teman-teman di Indonesia gitu. -Mulia sekali tujuannya tapi harus, pasti tanya, -dana dari mana?

Nah, ini yang selalu jadi kendala ya dari

satu misi budaya ke misi budaya lainnya. Jujur aja waktu ki-- kita juga di sini lagi kesulitan sebenarnya.

Jadi dari sekian dana mungkin yang baru masuk baru setengahnya

tapi waktu itu ya saya nggak mungkin nggak berangkat karena sudah dijadwalkan di sini di Sydney kemudian di

Brisbane, di Brisbane Festival juga itu largest international art festival di Australia, kemudian oleh Pak Dubes di

Albert Hall. Jadi waktu itu saya, uang gak ada udah saya beli tiket one way. Jadi kita belum punya tiket

-pulang. -Sampai sekarang? -Sekarang akhirnya kita mendapatkan pinjaman

yang harus kita bayar gitu ya. Tapi minimal waktu itu anak-anak berangkat dulu

terus, ee, kemudian ya udahlah sampai sini dulu terus kemudian kita cari travel agent yang bisa

covering. Akhirnya ada yang mau cuman di DP satu juta, saya berterima kasih katanya udah nanti sisanya setelah pulang aja. Nah,

-saya sekarang lagi masih mencari nih, masih -mencari gimana nutupin itu semua gitu. -Apa yang mengerakkanmu Mas?

Maksudnya bukan perjalanan yang mudah ya kan, ee, misi budaya kemudian untuk pemberdayaan anak kemudian

untuk pengembangan untuk self development tentu semuanya mulia gitu ya tanda kutip ya. Tapi kan kemudian kita juga

ditubruk oleh realita seperti misalnya tadi yang disebut dananya dari mana nih gitu kan ya? Jadi kalau dipikir pikir pikir

lagi sebenarnya ngapain gitu kan Kang Maulana repot banget gitu?

Iya jadi mungkin salah satu-- itu pertanyaan banyak orang sebetulnya apalagi background saya juga engineering sebetulnya. Jadi sebenarnya yang

membuat saya tetap di sini itu saya itu sangat bahagia melihat anak-anak itu berkembang, anak-anak itu

tumbuh. Yang tadinya, apa namanya pemalu, pendiam, nggak punya public speaking, nggak

bisa berorgi-- organisasi atau bahkan anak-anak yang tadinya abis SMA tuh mau langsung

kerja atau anak-anak yang tadinya tidak punya sejarah jadi sarjana atau kuliah di keluarganya.

Jadi begitu mereka masuk, ee, ke mana, ke tim Muhibah ini

mereka jadi lihat dunia gitu. Yang pulang-pulang itu yang tadinya mungkin habis SMA udah

saya mau kerja apa. Nggak, itu, "Kang, saya mau jadi diplomat. Saya pengen S2 di Berlin." Padahal tadinya S1 aja nggak kepikir gitu kan

dan itu kejadian gitu. Akhirnya selama satu, dua, tiga, pulang. Akhirnya masuk ke kampus-kampus yang bagus

dan akhirnya bisa kerja dan bisa jadi game changer buat keluarganya gitu. Bahkan beberapa itu

mereka itu sarjana pertama di keluarganya gitu yang tadinya mungkin gak ada kultur itu gitu dan yang bikin itu adalah

angklung gitu. Jadi sebetulnya angklung itu cuman alat aja sih sebenarnya tapi dibalik itu saya melihat

angklung itu bisa merubah hidup seseorang dan itu kebahagiaan yang saya tidak bisa lukiskan dengan kata-kata walaupun saya harus

bersusah-susah sekarang tapi kalau ingat pengalaman itu oke.Hahaha. Semua terbayarkan.

Harus tanya juga tapi karena kan nggak punya background seni begitu kan ya apalagi angklung gitu kan. Berarti temen-temen ini dilatihnya oleh

-siapa? -Jadi saya

harus kerjasama gitu ya sama, ee, temen-temen yang ahli lah ya. Jadi waktu itu saya sih cuma punya passionnya gitu

ya. Angklung bisa main sedikit-sedikit. Dulu saya-- kalau saya mendirikan di luar negeri ya, dulu saya memang pelatihnya

juga gitu ya konduktornya juga, tapi itu aliran-aliran yang mungkin ya istilahnya otodidak lah. Tapi

sampai di Bandung saya ketemu dengan Teh Irma,

dulunya senior saya di SMA 3 dan di ITB juga. Beliau pengalamannya udah dua puluh lima tahun

lebih, salah satu female a

ngklung prominence-lah di

Jawa Barat. Alhamdulillah dia bersedia untuk gabung di tim Muhibah dan sampai sekarang tadi masih jadi konduktor

dia yang istilahnya mentraining

anak-anak ini bahkan konduktor-konduktor baru. Juga saya yang ngeguide temen-temen dari seni tari UPI untuk bergabung jadi

itu juga temen-temen dari UPI dulu yang mengajarkan mereka dan Alhamdulillah anak-anak ini banyak yang

masuk seni tari UPI, seni musik UPI jadi berkelanjutan gitu dan akhirnya sekarang lumayan udah bagus

-kaderisasinya gitu. -Jadi kalau untuk Kang Maulana ini kan full time -job atau sampingan atau casual

gimana?

Sejujurnya, ee, ini secara status saya ini dosen. Dosen Teknik

Industri di pascasarjana Universitas Pasundan. Cuman, ee, de facto ini

jauh lebih menyita waktu saya gitu ya, ee, dibanding dengan mungkin saya ngajar atau apapun gitu, ya kan. Seperti

kemarin, ee, saya lagi pentas di Brisbane hari Jumat, saya juga harus ngajar juga via zoom gitu ya,

anak-anak-- mahasiswa S2 gitu kan istilahnya.

Tapi ya tadi, ee, apa-- saya pikir karena mungkin, ya, ini sesuatu yang buat

saya meaningful buat saya impactful dan itu bikin kebahagiaan tersendiri lah. Dan

-itu pastinya majority of my time spend, ee, there, -gitu. -Kampus menyetujui? Tahu ya? -Kampus

tahu, ee, menyetujui kampus juga-- saya juga kalau bikin visa harus ada surat dari Pak Direktur, jadi Pak Direktur

tau dan mereka juga support gitu ya. Bahkan juga kita pernah tampil juga di

-ulang tahun yayasan nya, begitu. -Berarti kalau pertanyaan terakhir nih, -ke depannya, harapan, gong

terbesarnya untuk Muhibah, apa?

Sebenarnya Muhibbah itu satu, ee, tentu pengen punya, ee, financial sustainability gitu.

Jadi

kalau bisa perjalanan itu jangan terus berdarah-darah, jangan terus ini ya istilahnya kesulitan gitu ya.

Udah sepuluh tahun kita-- tapi kita masih belum bisa punya

sistem bisnis yang bisa membiayai diri sendiri. Mungkin saya juga

kurang dari sisi bisnisnya mudah-mudahan bisa berpartner dengan siapa yang lebih mengerti bisnis. Jadi Muhibah itu sustain juga secara finansial

seperti itu. Mudah-mudahan juga bisa punya tempat sendiri, bisa punya Angklung Centre sendiri. Kalau sekarang kan masih

ngontrak, masih dikejar-kejar sana-sini dan mudah-mudahan juga, ee, temen-temen yang masuk Muhibah juga, ee, bisa dapat

beasiswa gitu. Kita sekarang mungkin baru sekitar yah mungkin sepuluh dua puluh persen, kita kasih temen-temen yang

mahasiswa beasiswa. Impian saya sih semua temen-temen yang masuk Muhibah

karena mereka adalah anak-anak terpilih dan banyak berkorban itu se-sebenernya semuanya harus dapet beasiswa begitu masuk.

END OF TRANSCRIPT

Share
Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand