Peristiwa G30S: Apakah Soeharto Terlibat?

Bedjo Untung meyakini Soeharto bertanggung jawab atas genosida 65 dan karena itu tidak layak jadi Pahlawan Nasional.foto dok pribadi.jpg

Bedjo Untung believes that Soeharto does not deserve to be a National Hero. Credit: YPKP65/Bedjo Untung

Mantan Presiden Soeharto, menerima gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah meskipun ada seruan keberatan sebagian masyarakat, terutama terkait dugaan keterlibatan penguasa Orde Baru itu dalam kekerasan dalam peristiwa 1965.


Keterlibatan Soeharto selaku penguasa Orde Baru dalam kekerasan dalam peristiwa 1965 sepertinya tidak dipertimbangkan pemerintah dalam pemberian gelar pahlawan terhadap dirinya.
Bahkan, pemerintah justru mempertanyakan apa bukti keterlibatan Soeharto dalam dugaan genosida 65.

Bedjo Untung adalah salah satu korban peristiwa 65, dan sekarang menjadi Ketua Yayasan Penelitian Korban Kekerasan (YPKK) 65. Dia sudah berkeliling Indonesia untuk mengumpulkan bukti-bukti genosida itu.

Bedjo Untung sekarang berumur hampir 78 tahun. Pada 1965, ketika peristiwa pembantaian itu terjadi, dia berusia 17 tahun.
Lima tahun setelah itu, dia masih bebas, dan karena itu bisa memahami apa yang terjadi.
Pada 1970, di umur 22 tahun, dia ditangkap pemerintah Orde Baru.
Bedjo Untung harus melewatkan sembilan tahun di dalam tahanan, mengikuti program kerja paksa di Tangerang, Banten, dan kemudian masuk ke penjara di Salemba hingga 1979.
Bedjo Untung
Bedjo Untung believes that Soeharto is not worthy of being a National Hero because of his involvement in the 65 incident. Credit: Bejo Untung
Sejak keluar penjara, Bedjo Untung tidak pernah menyerah meski hidupnya sangat berat karena harus menanggung status sebagai bekas tahanan politik Soeharto. Keberaniannya melawan Orde Baru didorong keyakinannya bahwa keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.
Dia ingin, tragedi 65 diselesaikan, dan karena itulah semenjak itu tanpa henti dia menyuarakan hak-hak korban peristiwa 65.
Selain itu, dia juga aktif dalam gerakan mengungkap dosa Orde Baru dalam peristiwa Trisakti, Semanggi, hingga pembunuhan Munir pasca-Orde Baru.

Bedjo Untung menilai, penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto benar-benar melukai hati korban 65, kelompok mahasiswa dan rakyat Indonesia secara umum. Soeharto, kata dia, adalah penjahat Hak Asasi Manusia, khususnya pada tragedi 65.

YPKP 65, kata Bedjo, menemukan bukti bahwa ada kuburan massal. Dokumen lembaga intelejen Amerika Serikat, CIA, yang dipublikasikan untuk umum, juga menyebut Soeharto terlibat dalam genosida 65.

YPKP 65 telah melakukan penelitian di Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Banyak kuburan massal para korban yang ditemukan yang menunjukkan ada pembunuhan itu. Bedjo mengatakan, kesaksian korban yang dipersekusi, dipenjara di Pulau Buru, di Nusakambangan dan bahkan dirinya sendiri sebagai korban langsung, sangat menyedihkan jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa Soeharto dinyatakan tidak terlibat genosida 65.

Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia sendiri sudah merekomendasikan hasil penyelidikan pro justicia tentang tragedi 65, yang menyebut peristiwa itu bagian dari kejahatan kemanusiaan. Hal itu diperkuat oleh keputusan Mahmakah HAM di Den Haag, Belanda, yang menyebut bahwa kejahatan 65 adalah genodisa.

Semua ini, kata Bedjo, adalah bukti bahwa Soeharto terlibat dalam pembunuhan massal tahun itu.

Pada tahun 2012 Komnas HAM telah mengirimkan rekomendasi ke kejaksaan agung, dan pemerintah diminta membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk masalah ini.
Namun rekomendasi itu tidak pernah diikuti oleh pemerintah yang berkuasa.

Hingga meninggal pada 2008, tidak pernah ada proses hukum terhadap Soeharto terkait peristiwa 65.

Meski Indonesia masuk ke era reformasi pasca 1998, tetapi menurut Bedjo yang berkuasa tetaplah mereka yang ada dalam lingkaran Orde Baru.

Bedjo Untung meyakini, sisa-sisa kekuatan Orde Baru terus melakukan perlawanan. Karena itu, pemerintah Indonesia semenjak 1998 hingga saat ini, tidak memiliki kemauan dan kemampuan politik untuk mengusut kasus genosida 1965.
Dengarkan SBS Indonesian setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore. Ikuti kami di Facebook dan Instagram, serta jangan lewatkan podcast kami.

Share
Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand