Bagaimana Melindungi Bisnis Anda saat Terjadi Krisis Pasokan

supply chain crisis

What should businesses do to protect themselves when supply chain crisis happens? Source: Getty Images/Craig Hastings

Pandemi COVID-19 telah mendorong terjadinya krisis pasokan, kekurangan produk yang berdampak pada baik itu konsumen dan juga tempat-tempat usaha. Meski situasinya membaik, bagaimana cara bisnis melindungi diri mereka jika krisis pasokan ini berlarut-larut atau terjadi kembali di masa mendatang?


Konsumen dikejutkan dengan terjadinya krisis pasokan yang terjadi beberapa saat lalu, sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang meluas. 

Bisnis yang selalu memantau trend mungkin dapat membaca arah situasi ini dan dapat mengambil langkah yang diperlukan di saat yang tepat guna meminimalisir dampaknya bagi mereka.

Namun bagaimana dengan bisnis yang tidak mampu bertahan dalam situasi tersebut? Bagaimana jika krisis serupa terjadi kembali di masa mendatang?

SBS Indonesian bertanya pada David Sutantyo, finance broker dan Managing Director dari Twelve Grains Capital yang berbasis di Sydney, terkait hal ini. Berikut cuplikan wawancaranya. 

Secara umum, menurut pandangan Anda, bagaimana bagaimana krisis pasokan seperti beberapa saat lalu bisa terjadi?

Mr Sutantyo: Supply and demand, basically. Jadi kemarin pas semua di-lockdown, belanja di toko jadi lebih terbatas. Usaha kecil menengah di bidang retail yang paling terdampak buruk juga yang paling cepat berputar balik, kreatif cari alternatif. Nah, pembeli-pembeli karena tidak bisa belanja di toko, mereka jadi carinya belanja online. Delivery network juga berkembang pesat banget, dan usaha-usaha kecil menengah juga berjaya.. selama mereka bisa punya stock.

Apakah membeli dan menyimpan cadangan barang dalam jumlah besar bisa membantu? Atau malah berisiko?

Mr Sutantyo: "Dua-duanya. Kuncinya yah perencanaan dan komunikasi. Dengan perencanaan yang matang, ini bisa sangat membantu, tapi kalau tidak hati-hati, ini juga bisa jadi masalah. Contohnya, retailer yang punya lebih dari 7,000 produk, ini bisa sangat menantang. Dan yang saya dengar juga beberapa usaha lebih terdampak daripada yang lainnya. Kalau pabriknya dari Amerika katanya lebih cenderung tidak bermasalah dibandingkan dengan Prancis contohnya. 

Beberapa retailer juga bilang kalau sales mereka naik 300% di awal lockdown pertama, tapi di ujung lockdown kedua, sales turun jadi 50%. Ini jadi dilema karena ini berdampak ke cashflow bisnis-bisnis — mereka harus beli stock extra karena pengirimannya delay, dan bayar extra juga untuk sewa storage lebih. Jadi beli stock lebih juga harus pilih-pilih, nggak bisa stock semua produk, paling cuma yang populer saja."

Bagaimana dengan bisnis yang cash flow nya terbatas sehingga tidak bisa menambah simpanan pasokan?

Mr Sutantyo: "Lebih gampang ngomongnya daripada praktiknya yah, tapi kuncinya yah di perencanaan yang matang. Para pengusaha harus berpikir jangka panjang karena krisis ini kelihatannya nggak akan berakhir dalam jangka waktu dekat. Usaha-usaha kecil menengah cenderung lebih mudah untuk berputar balik atau kreatif dalam penanggulangannya dibandingkan bisnis besar. 

Kalau cash flow keliatannya akan menjadi kendala, saran saya coba cari solusi sebelum situasi ini benar-benar menjadi kendala. Sedia payung sebelum hujan. Ini yang saya selalu beri tahu ke klien-klien saya juga — bank itu seperti orang yang meminjamkan payung saat saat cerah dan payungnya diambil lagi saat hujan."

Dengarkan wawancara selengkapnya di podcast SBS Indonesian.



Share
Follow SBS Indonesian

Download our apps
SBS Audio
SBS On Demand

Listen to our podcasts
Independent news and stories connecting you to life in Australia and Indonesian-speaking Australians.
Ease into the English language and Australian culture. We make learning English convenient, fun and practical.
Get the latest with our exclusive in-language podcasts on your favourite podcast apps.

Watch on SBS
SBS Indonesian News

SBS Indonesian News

Watch it onDemand