Keberhasilan ini tak lepas dari eratnya hubungan yang terjalin antar komunitas musik di Indonesia dan Australia. Ternyata, dari pertemanan dan kegiatan bermusik, baik musisi Indonesia maupun Australia yang terlibat sama-sama menyatakan bahwa semua itu membantu mereka merasakan ‘Australia yang sebenarnya’ serta ‘Indonesia yang sebenernya’.
Menurut salah satu personelnya, Aswandaru Cahyo, menjalani tur di Australia bisa dibilang merupakan impian yang saat ini masih agak sulit diraih oleh band-band dari Indonesia.
Meskipun ini bukan pertama kalinya para personil Ali menginjakkan kaki mereka di Australia, namun pengalaman tur sebagai band, terutama dalam jangka waktu yang cukup panjang, tentu berbeda dengan kunjungan singkat ataupun kunjungan kerja.
Karena waktunya lebih panjang, kita bisa merasakan main di beberapa tempat dan banyak road trip juga…kita merasakan Australia lebih sepenuhnya dibanding sebelumnyaJohn Paul Patton, Personel ALI
Musik band bernama Ali ini sering disebut-sebut sebagai paduan dari gaya musik Timur Tengah, Asia Tenggara dan juga musik rock dikombinasikan dengan funk dan disko. Lirik lagu mereka pun banyak menggunakan bahasa Arab.
“Kita (Ali) terbentuk sekitar tahun 2019, sebelum pandemi. Awalnya kita dari teman nongkrong saja sih, lalu kita sharing referensi yang sama…Rock Indonesia 1970an, Afrobeats tahun 1960an, dan Middle Eastern music,” tutur Arswandaru atau Daru
Salah satu penampilan Ali di Bar Night Cat, Melbourne, disambut hangat oleh mereka yang menghadiri acara tersebut. Tentunya, diantara penonton banyak warga Indonesia di Australia yang mengobati rindu mereka akan musik Indonesia, namun banyak juga penonton yang bukan orang Indonesia dan belum pernah mendengar tentang Ali namun tetap menikmati musik mereka, dan jadi ingin tahu lebih banyak tentang musik pop Indonesia.
Menurut James Young, yang membantu Ali dalam penyelenggaraan tur mereka di Australia, salah satu kunci keberhasilan tur band tersebut tentunya adalah musik mereka yang enak didengar, namun pertemanan yang dijalin selama beberapa tahun antara sesama musisi di Indonesia dan Australia juga merupakan faktor yang penting dalam terwujudnya rencana tur. Selain itu, dibutuhkan juga perencanaan yang matang serta komunikasi yang baik.
James dan rekannya di Hug Touring yang bernama Tom Hulse terbilang sudah cukup lama wara wiri di skena musik Australia. Tom sudah berpengalaman membawa band Indonesia lain ke Australia, seperti The Sigit, dan James sendiri juga seorang musisi yang telah beberapa kali berbagi panggung dengan musisi Indonesia yang didatangkan oleh Tom ke Australia.
“Band saya yang bernama Zombeaches sempat bermain dengan band-band Indonesia yang datang ke Australia, dari situlah saya berkenalan dengan Daru dan kawan-kawan. Ini sekitar enam tahun lalu,” jelasnya.
“Kemudian, setelah masa COVID berakhir, saya berlibur ke Jakarta dan saya mengabari teman-teman di Indonesia. Saat itulah saya melihat Ali, yang pada waktu itu baru terbentuk. Waktu saya kembali ke Australia, saya langsung telepon Tom dan saya bilang, kita harus membawa Ali ke Australia, karena ini potensi yang bagus.”
Maka Ali pun menjalani tur di Australia dua kali di tahun 2023 - yang pertama di bulan Februari dan yang kedua di bulan Desember. Awalnya, mereka hanya berencana melakukan satu tur, namun karena tur pertama terlihat sukses, mereka memberanikan diri untuk mendekati panitia Meredith Festival, yang sudah rutin dilangsungkan sejak tahun 1991 dan biasanya menarik lebih dari 10,000 penonton.
Awalnya kita kirim demo ke promotor - demo beberapa lagu kami yang sudah dirilis di awal 2023 kemarin. Kita sempat tur juga di awal tahun kemarin dan menurut promotor kami tur itu cukup berhasil. Jadi tur awal tahun itu berdampak di tur yang sekarang ini. Kita di booking beberapa festival di Australia dan lanjutannya di tur yang kali iniAswandaru Cahyo, Personel ALI
Keberhasilan Ali menembus Meredith Festival tak lepas dari dukungan beberapa stasiun radio lokal di Melbourne seperti PBS dan RRR, jelas James.
Ia kemudian menjelaskan bahwa ada banyak yang bisa dipelajari dari pengalaman tur musisi - baik dari pihak sang musisi maupun manajemen.
“Kita belajar dari pengalaman dari tur pertama di bulan Februari bahwa kita harus memberi waktu istirahat yang cukup di antara satu acara dengan yang lain. Kita juga harus lebih tegas dan jelas dengan pihak penyelenggara acara tentang pembayaran dan instrumen yang kita butuhkan,” jelasnya.
Seperti James, para personil Ali pun mendapat beberapa pelajaran baru, misalnya di Australia mereka dituntut untuk lebih mandiri, misalnya untuk menyiapkan instrumen atau panggung, karena anggota kru acara tidak sebanyak di Indonesia.
“Kami jadi lebih menghargai kerja keras crew,” ujar John.
Namun, tentu saja kejutan-kejutan kecil seperti itu tidak membuat para musisi ini kapok.
Tur Ali ini juga bermanfaat bagi saya. Mungkin kami mengenalkan Ali ke Australia, tetapi melalui Ali pun saya mendapat banyak koneksi. Saya berharap, akan lebih banyak musisi Indonesia yang bisa kita kenalkan ke AustraliaJames Young
Sebaliknya, James juga berharap bahwa akan lebih banyak musisi Australia, terutama yang tergolong musisi independen, yang bisa melakukan tur di Indonesia.
Menurut James, bergaul dan membangun jaringan dengan seniman Indonesia membantunya mengenal Indonesia secara lebih akrab, tidak sebatas pengetahuan formal yang didapatnya dari sekolah maupun media. Kini, Ia sering bolak balik Indonesia, terutama Jakarta, karena senang dengan pergaulan skena musik di sana.
“Pengalaman ini membantu saya untuk mengenal Indonesia yang sesungguhnya,” seolah menimpali pernyataan John tentang merasakan Australia “yang sesungguhnya.”
Dengarkan SBS Indonesian setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu jam 3 sore. Ikuti kami di Facebook dan jangan lewatkan podcast kami.