Pulau Enggano terletak sekitar 145 km dari lepas pantai barat Pulau Sumatera tepatnya di Provinsi Bengkulu. Pertengahan tahun ini, pulau Enggano menarik perhatian secara nasional, karena terputusnya akses ke pulau itu, yang mengakibatkan sekitar 4.300 penduduknya tidak menerima kiriman barang kebutuhan pokok dari Bengkulu. Sebaliknya warga Enggano tidak bisa mengirimkan hasil pertanian mereka untuk dijual sebagai penyambung kehidupan mereka.
Presiden Republik Indonesia sudah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) secara khusus untuk mengatasi persoalan ini.
Winarto Rudi Setiawan adalah salah satu tokoh masyarakat sekaligus staf di kantor kecamatan Enggano, Provinsi Bengkulu.

Winarto Rudi Setiawan, tokoh masyarakat sekaligus staf di kantor Kecamatan Enggano. Credit: Supplied/Winarto Rudi Setiawan
Rudi mengatakan, pulau di mana dia tinggal saat ini bisa dicapai dengan pesawat perintis ataupun kapal. Pesawat terbang melayani penumpag empat kali dalam satu pekan, sementara kapal datang dua kali sepekan.

Pesawat perintis yang melayani penerbangan Bengkulu-Enggano. Credit: Supplied/Winarto Rudi Setiawan
Sejumlah media Indonesia melaporkan, bahwa akibat pendangkalan tersebut, kapal perintis dan kapal penyeberangan utama tidak bisa beroperasi normal. Selain itu, Enggano juga terisolasi karena cuaca dan gelombang tinggi yang menyebabkan kapal tidak bisa berlabuh. Akibatnya, stok bahan pokok dan bahan bahan minyak terbatas, yang merembet ke kesulitan memenuhi bahan bakar untuk listrik dan kendaraan, hingga harga-harga barang melonjak. Sementara itu, warga Enggano juga tidak bisa mengirimkan hasil usaha seperti pisang, kakao, ikan, dan produ lainnya, sehingga banyak yang membusuk atau dibuang. Ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi petani.
Karena itulah, Rudi mengatakan masyarakat Enggano kemudian menuntut adanya percepatan pembangunan. Warga berharap kapal feri segera mampu pulih dan membawa penumpang serta barang ke dari dari Enggano.
Kenyataannya, sampai saat ini Rudi menyebut situasinya belum pulih benar. Sampai sekarang, kata dia, persoalan yang ada di alur masuk Pelabuhan Pulau Baai, yaitu pendangkalan belum terselesiakan. Bahkan setelah Presiden Prabowo Subiyanto mengeluarkan Inpres No. 12 tahun 2025, masalahnya juga belum selesai. Rudi menceritakan, kapal feri harus tergantung pada air pasang agar bisa masuk ke pelabuhan.

Pelabuhan kapal feri di Kahyapu, Enggano. Credit: Supplied/Winarto Rudi Setiawan
Wilayahnya memang tidak sepenuhnya aman, karena berada di kawasan cincin api, yang membenteng sepanjang pantai barat Sumatera. Rudi ingat, pada 2007 pernah terjadi gempa besar 7,9 richter.
Rudi mempromosikan, produk pertanian yang dihasilkan Enggano punya kualitas lebih baik dibandingkan dari wilayah lain di Sumatra.
Pendangkalan pelabuhan yang telah terjadi dan berdampak sejak sekitar enam bulan lalu, telah menyadarkan betapa pentingnya fasilitas transportasi bagi Enggano. Kehidupan masyarakat terguncang hanya karena pasir memenuhi pelabuhan.
Karena itulah, menurut Rudi pemerintah pusat dalam hal ini presiden perlu mengeluarkan Inpres kedua, untuk memastikan bahwa upaya memperbaiki kondisi pelabuhan tidak berhenti. Pemerintah harus menyadari bahwa dibutuhkan tindakan terus menerus untuk menjamin pelabuhan bebas dari pendangkalan, dan kapal-kapal penyeberangan terawat dengan baik agar optimal melayani masyarakat.
Laporan-laporan media terbaru menyatakan bahwa Stok bahan pokok dan energi dinyatakan masih mencukupi. Pemerintah provinsi Bengkulu telah mengalokasikan dana darurat sebesar Rp5 miliar untuk kebutuhan mendesak di Enggano, termasuk bantuan sembako, transportasi gratis kapal, dan dukungan operasional.